PENGARUH
EKSTRAK DAUN DAN RANTING AGLAIA ODOROTA TERHADAP PARASITASI DAN ENKAPSULASI ERIBORUS ARGENTEOPILOSUS PADA INANGNYA
CROCIDOLOMIA BINOTALIS
Oleh:
David Ferdinan Nababan 23010113140147
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang
Maha Esa atas
rahmat serta hidayahNYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
makalah Teknologi
Informatika Komputer dengan judul pengaruh ekstrak daun dan ranting aglaia
odorota terhadap parasitasi dan enkapsulasi eriborus argenteopilosus pada
inangnya crocidolomia binotalis dengan baik, meskipun masih ada
kekurangannya.
Penulis ucapkan
banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah ini kepada
Bp.Dr.Limbang Kustiawan.SPt,MP yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah Teknologi
Informatika Komputer.Tanpa
ilmu yang telah Bapak berikan penulis tidak dapat mengerjakan makalah ini.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan baik materi maupun immateri dalam penulisan makalah
ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang
kurang berkenan Penulis mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini.
Semarang,12
November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….
BAB III MATERI DAN METODE………………………………………………….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….
BAB V KESIMPULAN……………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..
BAB
I
PENDAHULUAN
Pemakaian insektisida kimia dalam usaha mengendalikan
hama tanaman dan vektor penyakit mempunyai harga ekonomi yang relatif lebih
tinggi dan secara ekologis mempunyai dampak negatif yang
memprihatinkan.Kenyataan ini menyebabkan perhatia para ilmuan dan praktisi
pengendali hama dan vektor penyakit beralih mencari alternatif lain dari
insektisida kimiawi yang mempunyai dampak minimum terhadap komponen
ekosistem.Potensi tumbuhan sebagai insektisida botani sudah sejak lama diguakan
untuk mengendalikan serangga hama.Senyawa kimia asal tumbuhan umumnya tidak
menimbulkan gangguan yang fatal terhadap keseimbangan ekosistem dibandingkan
dengan insektisida sintetik.Hal ini disebabkan karena insektisida botani lebih
mudah terurai di alam dan relatif aman terhadap musuh alami hama dan organisme
bukan sasaran(Priyono dan triwidodo,1993)
Tumbuhan famili Meliaceae akhir-akhir ini banyak
mendapat perhatian dari para ahli biologi dan ahli fitokimia,karena senyawa
kimia yang dikandungnya bersifat antifeedant,repelen,dan bersifat
insektisidal(Chiu,1985).Salah satu anggota Meliaceae yang berpotensi sebagai
insektisida botani adalah Aglaia odorata….Ishibasi
et al(1983) dan Jansprasert et al(1993) melaporkan bahwa isolasidan
identifikasi daun dan ranting A.odorata menghasilkan senyawa benzofurun yaitu
rokaglamida yang mempunyai aktivitas insektisida dan IGR(insecticide growth
regulator) terhadap Peridroma saucia
dan Spodoptera litura
Hama utama
perusak daun kubis adalah Plutella xylostella L dan Crocidolomia binotalis Zell
yang pada musum kemarau dapat menyebabkan kerusakan total.Di negara-negara
maju,kehilangan hasil akibat gangguan hama dan penyakit tanaman kubis berkisar
antara 25-50% dan di negara-negara berkembang diperkirakan dapat mencapai 80% (Robert,1978)
Penggunaan insektisida
untuk mengendalikan C.
binotalis mempunyai dampak
menendalikan C.binotalis mempunyai dampak negatif,yaitu timbulnya resistensi
hama tanaman dan vektor penyakit,timbulnya resugensi hama,pencemaran lingkungan
yang berbahaya bagi jiwa manusia dan biota lain,serta semakin besarnya biaya
pengendalian karena dosis serta harga yang semakin meningkat.Disamping itu juga
terbunuhnya parasitoid Diadegma semiclaususm yang merupakan musuh alami
P.xylostella,karena C.binotalis dan P.xylostella terdapat dalam satu habitat
daun kubis.oleh karena itu penggunaan insektisida botani sebagai solusi
alternatif dalam mengatasi permasalahan hama yang sekaligus permasalahan
lingkungan.
Pengaruh bahan insektisida botani terhadap parasitoid
belum diteliti.insektisida yang berasal dari tumbuhan tidak dapat dijamin
terhadap musuh alaminya.karena itu pengaruh ektrak daun dan ranting A.odorata
perlu diuji secara khusus terhadap sistem interaksi inang-parasitosid
tertentu.salah satu sistem interaksi inang yang menarik untuk diteliti,adalah
interaksi antara C.binotalis dan parasitoid Eriborus argenteopilus.
Tingkat parasitas E.argenteopilosus
di lapangan hanya 2,23%,tetapi parasitasi oleh parasitoid ini tidak efektif
akibat terjadinya enkapsulasi terhadap telur dan larva parasitoid tersebut. Tingkat
enkapsulasi telur dalam skala laboratorium berkisar antara 2,0-7,0%(Hadi,1985)
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Enkapsulasi adalah pembungkusan variabel dan method
dalam sebuah obyek yang terlindungi serta menyediakan interface untuk mengakses
variabel tersebut. Selain itu Enkapsulasi dapat di definisikan sebagai
pembungkus, pembungkus disini dimaksudkan untuk menjaga suatu proses program
agar tidak dapat diakses secara sembarangan atau di intervensi oleh program
lain (Hadi,1985)
Enkapsulasi adalah suatu proses
untuk menyembunyikan atau memproteksi suatu proses dari kemungkinan
interferensi atau penyalahgunaan dari luar sistem sekaligus menyederhanakan
penggunaan sistem itu sendiri, juga membuat satu jenis paket data jaringan
menjadi jenis data lainnya. Enkapsulasi terjadi ketika sebuah protokol yang
berada pada lapisan yang lebih rendah menerima data dari protokol yang berada
pada layer yang lebih tinggi dan meletakkan data ke format data yang dipahami
oleh protokol tersebut. Akses ke internal sistem diatur sedemikian rupa melalui
seperangkat interface (Robert,1978).
Dengan enkapsulasi data menjadi
memiliki identitas. Contoh sederhana proses enkapsulasi dalam proses pengiriman
surat, jika sebuah surat akan dikirim namun tanpa adanya amplop, alamat
dan perangko. Surat tersebut hendaknya memiliki identitas agar dapat sampai ke
tujuan, jika tidak memiliki identitas maka surat tersebut tidak akan dapat
sampai ke tujuan. Amplop dengan alamat dan perangko sama dengan enkapsulasi
pada data.
BAB III
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksankan pada bulan April-Agustus 2009 di
Laboratorium Ekologi dan Biosistematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, universitas Diponegoro,
Semarang.
3.1.
Materi
Alat
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pipet tetes
untuk mengambil larutan-larutan ke dalam tabung reaksi, tabung reaksi digunakan
sebagai tempat untuk reaksi larutan, rak tabung sebagai tempat meletakkan
tabung reaksi, pinset
digunakan untuk menjepit daun/kayu
saat pemanasan.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah larutan Metanol, Kloroform, Air, Nacl sebagai Reagan penguji. Daun
dan batang tumbuhan berfungsi sebagai tanaman penguji
pada tanaman yang ingin diuji.
3.2.
Metode
3.2.1. Pengujian Toksisitas
Ekstrak Daun dan Ranting A. odorata terhadap
Larva C. binotalis Instar Satu
Daun yang
telah diberi perlakuan
ekstrak dan kontrol (daun
hanya dicelupkan ke
dalam larutan metanol tanpa
perlakuan ekstrak) dimasukkan kedalam
tujuh botol
gelas (tinggi 20 cm
dan diameter 10
cm) sesuai konsentrasi
yang dikehendaki, dan pada setiap botol dimasukkan 10 ekor larva C.
binotalis instar satu yang sebelumnya telah dilaporkan selama 24 jam. Perlakuan
ekstrak terhadap larva hanya
dilakukan sekali saja
yaitu pada hari pertama, sedangkan pada hari kedua dan selanjutnya hinggá
saat larva menjelang kepompong, serangga uji hanya diberi
pakan daun kubis segar tanpa perlakuan ekstrak. Jumlah larva
yang mati dicatat
setiap hari dan seterusnya
sampai tidak ada
larva yang mati. Jumlah
larva yang mati
dihitung pada setiap konsentrasi, kemudian
dianalisis dengan Probit Analisis (Finney,
1971) untuk mengetahui
LC50 dan LC90
. Parameter
yang diamati adalah
jumlah
kematian
serangga uji
3.2.2. Pembiakan Masal
Parasitoid E. argentopilosus
Parasitoid
Diperoleh dengan
cara mengayunkan jaring
serangga pada area perkebunan kubis,
kemudian dipelihara ditempat pembiakan parasitoid
yang di dalamnya
diberi kapas yang dicelupkan pada cairan gula 10%, juga diberikan umpan
larva sebanyak 10
ekor larva instar pertama
dan kedua. Parasitoid yang
muncul dibiakkan lebih lanjut
sampai jumlah parasitoid mencukupi untuk pengujian
toksisitas ekstrak
3.2.3 Cara Ekstraksi Daun dan
Ranting A. odorata dan Cara Membuat Larutan Uji
Daun dan
ranting A. odorta
yang diperoleh dibersihkan dan
dikering anginkan serta
digerus dengan menggunakan mortil
ke dalam mangkok porselin sampai
halus sebanyak 100
g. Hasil gerusan ditampung
kedalam satu mangkok porselin, dan
dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 400 ml metanol.
Campuran tersebut diaduk dengan
menggunakan corong Buchner yang
dialasi kertas saring Whatman no 1. Cairan
ekstrak hasil saringan
diuapkan pelarutnya dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 450-500 dan
tekanan 15 mm
Hg sampai volume minimum (F:1).
Kemudian filtrat dimasukkan
ke dalam corong funnel
dengan campuran metanol-kloroform-air (1:3:4) dan 0,7% NaCl,
dibiarkan 24 jam sampai terjadi
pemisahan menjadi lapisan
air dan metanol kloroform (F:2). Selanjutnya metanol kloroform diuapkan
kembali dengan menggunakan rotary evaporator. Labu
penguap ditimbang lebih dahulu
sebelum ekstrak dimasukkan,
kemudian labu dan ekstrak
dimasukkan ke dalam
labu penguap. Setelah penguapan
selesai, labu dan esktrak
ditimbang kembali sehingga
berat ekstrak dapat diketahui. Ekstrak
disimpan dalam lemari (t0<
40 C) sampai menunggu
saat digunakan untuk uji hayati. Cara
membuat larutan uji
dengan metode residu pada
daun. Serial konsentrasi
yang digunakan adalah 50,
75, 100, 125,
150, dan 175 mg/L.
Ekstrak daun dan
ranting A. odorta dilarutkan dalam
400 mL metanol
untuk dibuat larutan induk
dengan konsentrasi 1000mg/L. Kemudian dari
larutan induk diambil
0,5mL yang dilarutkan dengan
metanol sampai 10
mL untuk membuat larutan
uji 50 mg/L,
demikian untuk konsentrasi yang
lain. Larutan induk
disimpan dalam lemari es (<40C)
selama tidak digunakan.
3.2.4.
Pengujian Ekstrak
Daun dan Ranting
A.odorta terhadap Parasitasi dan Enkapsulasi
Daun
kubis yang mengandung residu ekstrak diujikan terhadap larva instar satu C.
binotalis, dan diinfestasikan
dengan imago E.
argenteopilosus yang sudah kawin.
Konsentrasi yang diujikan adalah konsentrasi yang setingkat
dengan LC5 dan
LC25. Daun perlakuan
dan kontrol ditempatkan dalam botol gelas. Setiap
perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan
dilakukan pada hari
ke dua setelah perlakuan
dan larva diberi
pakan daun kubis segar tanpa
perlakuan ekstrak, demikan juga pada
hari-hari berikutnya. Sedangkan
pada parasitoid diberi pakan
larutan gula 10%
pada bola-bola kapas. Ada
tidaknya telur parasitoid
di dalam tubuh larva
C. binotalis dapat
diamati dengan keluarnya parasitoid,
dan proses enkapsulasi pada
telur ataupun larva
dilakukan pembedahan larva di
bawah mikroskop binokuler. Pembedahan dilakukan terhadap
larva instar empat setelah dipastikan tidak ada parasitoid yang keluar dari larva
tersebut. Parameter yang diamati
adalah menghitung
jumlah telur perasitoid
yang diletakkan dan
yang terenkapsulasi. Parameter parasitasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Σ lp
P(%)=
------- x 100%
Σ ln
Keterangan
:
P =
parasitasi
lp =
jumlah larva C. binotalis yang terparasit
ln =
jumlah total larva C. binotalis yang diujikan
Sedangkan persentase
telur dan larva
yang terenkapsulasi dapat dihitung
dengan
menggunakan
rumus:
Σ te
E(%)= -------
Σ tn
Keterangan
:
E =
enkapsulasi
lp = jumlah telur E. argenteopilosus yang
terenkapsulasi
ln =
jumlah total E. argenteopilosus yang
diletakan
Penelitian ini
dilakukan dengan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Data
Dianalisis dengan sidik ragam dan
perbandingan nilai tengah antar
perlakuan diuji dengan
DMRT (Stell and Torrie, 1980)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengujian Toksisitas
Ekstrak Daun dan Ranting A. odorata terhadap
Larva C.
binotalis Instar Satu
Konsentrasi yang
digunakan selama pengujian toksisitas
ekstrak daun dan
ranting A. odorata terhadap
tingkat mortalitas larva
C. binotalis, adalah konsentrasi
yang didasarkan dari hasil uji pendahuluan. Konsentrasi yang
digunakan selama pengujian toksisitas ekstrak ini diawali dari 250, 500,
750, 1000, 1250,
dan 1500 mg/L
Hasil
pengujian
ditunjukkan pada tabel I
Tabel 1:
Tingkat kematian larva
C. binotalis instar satu.pada berbagai konsentrasi ekstrak
daun dan ranting A.
odorata pada hari
ke 10 setelah perlakuan
Perlakuan (mg/L) Tingkat
kematian larva C.binotalis pada berbagai
konsentrasi
Jumlah
Ulangan Total Rerata
I II III
250 40 60 20 120 40
500 90 40 30 160 50,33
750 40 60 20 120 40
1000 40 80
50 170 50,66
1250 70 80
70 220 70,33
1500 90 80 80 250 80,33
Kontrol 0 0 0 0 0
Hasil menunjukkan
adanya kecenderungan, bahwa pada
konsentrasi ekstrak yang
semakin tinggi menyebabkan tingkat
kematian yang semakin meningkat.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka
semakin tinggi pula
daya toksisitasnya terhadap larva instar satu C. Binotalis. Hasil analisis
probit taksisitas ekstrak
daun dan ranting A.
odorata terhadap larva
C. binotalis instar satu
menunjukkan bahwa nilai
LC50 ekstrak tersebut sebesar
657,2470 mg/L, sedangkan
LC90 sebesar
3353,6799 mg/L
4.2. Pengaruh Ekstrak Daun
dan Ranting A. odorata
terhadap Mortalitas Parasitoid
E.argenteopilosus imago betina
Konsentrasi ekstrak
yang digunakan dalam pengujian ini
adalah 3353,6799 mg/L(LC90). Pengaruh ekstrak
terhadap tingkat mortalitas parasitoid E.
argenteopilosus imago betina.
Tabel 2: Tingkat
kematian E. argenteopilosus imago betina
setelah perlakuan ekstrak daun
dan ranting A. odorata
dengan aplikasi topikal kontak
Perlakuan ekstra
Tingkat kematian larva parasitoid E.argenteopilosus
Daun dan ranting Pada hari ketiga setelah perlakuaan (%)
A,odorata pengamatan pada hari ke: rerata
Kematian(%)
1 2 3
657,24 mg/L 0 20 0 6,67
(LC 5O)
335,6799 mg/L 0 0 20 6,67
(LC 90)
Kontrol 0 0 20 6,67
Keterangan: 0:
Tidak ada parasitoid yang mati; N= 5
Hasil
menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi
657,2470 mg/L (LC50),
kematian terjadi pada hari ke-2, rerata kematian sebesar 6,67 %.
Presentase kematian tidak meningkat meskipun konsentrasi ditinggikan
sampai 3353,6799 m/L (LC90),
dan hasil tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan ,
bahwa pengaruh ekstrak daun
dan ranting A.
odorata relatif tidak beracun
terhadap parasitoid E.
argenteopilosus imago betina. Pada umumnya
senyawa metabolit sekunder pada
tanaman akan bersifat
toksis apabila diaplikasikan secara
oral dibandingkan aplikasinya melalui
topikal kontak epidermis (Matsumura, 1985)
4.3. Pengaruh
Ekstrak Daun dan Ranting A. odorata
terhadap Tingkat Parasitasi
dan Enkapsulasi
E. argenteopilosus
Parasitoid yang
digunakan sebagai serangga uji
adalah E. argenteopilosus dewasa
betina yang telah berkopulasi.
Sedangkan konsentrasi ekstrak daun
dan ranting A.
odorata yang diujikan terhadap tingkat
parasitasi dan enkapsulasi
E. argenteopilosus adalah LC5 dan
LC25 hasil analisis probit uji toksisitas ekstrak terhadap mortalitas C. binotalis
instar satu. Perlakuan
parasitasi terhadap larva instar
satu C. binotalis,
setelah larva diberi pakan
dengan konsentrasi ekstrak
81,1485 mg/L yang setara
dengan LC5 dan konsentrasi
ekstrak 278,7482 mg/L yangsetara dengan LC25 .
Tabel 3: Tingkat
parasitasi E. argenteopilosus dewasa betina
dan enkapsulasi larva
C. binotalis terhadap telur dan
larva E. argenteopilosus
Konsentrsi
eksatrak Proses
yang berlangsung (%)
(mg/L) Parasitasi Enkaps ulasi Enkapsulasi
Telur larva
81,145
(LC 5) 4,44 a 60 ab 25 a 50a
27,742
(LC 25) 5,55 a 40 a 20 a 20
a
Kontrol 5,55 a 80 b 40 a 40
b
Hasil
menunjukkan, bahwa tingkat parasitasi E.
argenteopilosus terhadap inangnya, C. binotalis pada perlakuan konsentrasi
ekstrak 81,1485 mg/L(LC5) ataupun
278,7482 mg/L (LC25)
tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Sedangkan perlakuan ekstrak
pada konsentrasi 278,7482 (LC25) mampu
menekan tingkat enkapsulasi. Rendahnya tingkat
enkapsulasi baik pada
stadium telur ataupun larva
pada perlakuan 278,7482 (LC25) disebabkan karena ekstrak
mempunyai sifat racun yang menghambat
perkembangan melalui ketidak keseimbangan hormon, terutama
yang berkaitan dengan proses
deferensiasi dan perkembangan sel-sel
darah. Chapman (1982) mengatakan, bahwa
sel-sel darah berperan
dalam proses enkapsulasi dan fagositosis terhadap benda-benda asing yang masuk
ke dalam tubuh. Disamping itu,
rendahnya tingkat enkapsulasi disebabkan karena
larva parasitoid yang
ada di dalam tubuh
inangnya aktif bergerak untuk melawan
enkapsulasi.Cara tersebut merupakan salah satu
strategi perlawanan untuk
menghindari proses enkapsulasi.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Simpulan
Tingkat parasitasi
E. argenteopilosus terhadap inangnya,
C. binotalis dengan
perlakuan ekstrak daun dan
ranting A. odorata
pada konsentrasi 81,1485 mg/L(LC5)
ataupun 278,7482 mg/L (LC25)
tidak berbeda nyata
dengan kontrol. Sedangkan perlakuan
ekstrak pada konsentrasi 278,7482 (LC25) mampu
menekan tingkat enkapsulasi.
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah
agar praktikan lebih teliti saat melakukan percobaan dan dalam melakukan
percobaan harus sesuai dengan prosedur yang seharusnya agar hasilpercobaan yang
dilakukan memperoleh hasil yang akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
*)Chiu, S.F.,
1985. Recent researh
finding on Meliaceae and
other promising botanical
insecticides
in China 92: 310-319 Chapmann,
R,F., 1982. The Insects. Strukture and
Function. 3rd ed. Harvard
University Press. Cambridge
Massachuchusetts
*)Finney, D.J..
1971 Probit Analysis,
3 rd ed. Cambridge
Univ. Press,Cambridge,England
*)Hadi, S., 1985 Biologi
dan Perilaku Inareolata sp. (Hymenoptera:
Ichneumonidae). Parasitoid larva padsa
hama kubis Crocidolomia binotalis Zell
(Lepidoptera:Pyrallida) Tesis
S2 Fakultas Pascasarjana
Institut Pertania Bogor. 50 hal.
*)Ishibashi, F., C.
Satasook, M.B. Ishman, and G.H. Neil
Towers, 1983. Insecticidal
1 H-
Cyclopenta tetra
hidro (b) benzofuran
from Aglaia odorata, Phytochemistry, 32, pp. 307
*)Janprasert, J., C.
Satasook, P. Sukamalanand, D.E. Champagne, M.B. Ishman, P. Wiriacitra and
G.H.N. Towers, 1993..
Insecticidal 1 H- Cyclopenta
tetra hidro (b)
benzofuran from Aglaia odorata,
Phytochemistry, 32: pp.. 307
*)Matsumura,. 1985
Toxicology of Insecticide,
3rd ed Plenum Press, New York. p.
218-312
*)Othman, N.,
1982. Biology of
Crocidolomia binotalis Zell (Lepidoptera:
Pyrallidae) and its parasites
from Cipanas area (West Java), Biotrop, Bogor, Indonesia, 52 p.
*)Prijono, D.,
H. Triwidodo, 1993.
Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani.Hal 76-85. Prosiding Seminar
hasil Penelitian dalam rangka Pemanfaatan Insektisida
Nabati. Bogor, 1-2 Desember 1993
*)Steel., R.G.D.,
and J.H. Torrie,
1980. Principle and Prosedures
of Statistics: Biometrical and Approach,
2nd ed. McGraw-Hill, NewYork