Kamis, 19 Desember 2013

MAKALAH PEMBERIAN DAUN GAMAL TERHADAP PENAMBAHAN BOBOT BADAN TERNAK


MAKALAH
PEMBERIAN DAUN GAMAL TERHADAP PENAMBAHAN
 BOBOT  BADAN TERNAK








DISUSUN OLEH:  
NAMA:DAVID FERDINAN NABABAN
NIM:23010113140147
PRODI:S1-PETERNAKAN





FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013


KATA PENGANTAR

   Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha pengasih dan penyanyang yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya agar saya dapat menulis makalah dengan judul:Pemberian daun Gamal,terhadap konsumsi dan pertambahan Bobot badan Ternak dengan baik,meskipun masih banyak kekurangannya
   Tujuan dari penyusunan makalah dengan judul Pemberian daun Gamal terhadap konsumsi pakan ternak ini adalah sebagai syarat dan tugas makalah PMB 2013
   Penulis ucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah ini kepada Bapak/Ibu Dosen pengajar yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah .Tanpa ilmu yang telah Bapak/Ibu berikan penulis tidak dapat mengerjakan makalah ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun immateri dalam penulisan makalah ini.
   Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang kurang berkenan Penulis mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.




Semarang,8 Oktober 2013


Penulis







DAFTAR ISI


  BAB I PENDAHULUAN……………………………………………

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….

  BAB III RUMUSAN MASALAH……………………………………

  BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………….

  BAB V KESIMPULAN………………………………………………

  DAFTAR PUSTAKA……………………………………….

 














BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris yang berpotensial dalam bidang pertanian sub sektor peternakan.Ternak adalah salah satu komoditi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan bila dibandingkan dengan yang lain.Ternak dalam pemeliharaannya mudah dilakukan,modal dan resiko kerugiannya sangat kecil .Ternak  juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Usaha ternak  terus mengalami peningakatan seiring dengan permintaan seiring dengan permintaan daging yang terus meningkat,keberhasilan suatu usaha peternakan dapat ditentukan oleh tiga factor yaitu:pakan(feeding),bibit unggul(breeding),dan manajemen yang baik dalam penggunaan pakan yang tepat   dapat mengoptimalkan pertambahan bobot bdan dan produksi.Hijauan di daerah tropis tumbuh dengan cepat namun kualitas ataupun kuantitas yang di peroleh pada umumnya kontinuitasnya terbatas.Hal ini terjadi karena hijauan pada musim hujan berlangsung 3-4 bulan/tahun,sehingga ketersediaan hijauan rendah dan tidak memenuhi kebutuhan ternak.
Berdasarkan permasalahan diatas suatu alternatif  yang dapat diambil dalam membantu mengatasi kekurangan ketersediaan bahan pakan pada musim kemarau adalah dengan memberikan kombinasi penggunaan daun Gamal untuk meningkatkan pertambahan bobot badan ternak  lokal,dan bahan  pakan tersebut tersedia dalam jumlah mutu Yang memadai di Indonesia,dengan memperhatikan kenyataan ini maka dilakukan suatu penelitian dengan Mengkombinasikan Ransum yang mengunakan bahan tambahan daun Gamal

1.2.Tujuan
Untuk mengetahui sejauh mana pemberian kombinasi daun Gamal dalam ransum basal terhadap konsumsi dan pertambahan bobot badan ternak dan untuk mengetahui perlakuan ransum apa yang berpengaruh terhadap penambahan bobot badan ternak

1.3 Kegunaan
Sebagai bahan informasi bagi petani dan peternak dalam pemanfaatan daun Gamal sebagai bahan pakan atau ransum ternak, selain itu juga sebagai bahan
Informasi bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan dalam mengembangkan usaha ternak dan sebagai bahan informasi ilmiah bagi kalangan akademik untuk dikembangkan lebih lanjut khususnya dibidang peternakan








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mulyano dan Sarwono(2005)mengatakan bahwa,proses domestikasi ternak oleh manusia terjadi di daerah pegunungan Asian barat sekitar 8000 SM.Ternak kambing merupakan ternak tertua setelah anjing yang di pelihara manusia.Hal ini diungkapkan oleh Mutidjo(1992)bahwa,kambing merupan salah satu hewanyang paling tertua yang berhasil dizinakan
             Kartadisastra(1998) menyatakan bahwa,kambing merupakan ternak herbibivora(ruminansia)karena pakan utamanya adalah hijauan yang masih segar dan hijau berasal dari rumput-rumputan yang biasanya di konsumsi kambing
Surwono(1991) mendefinisikan bahwa,pakan adalah semua bahan makanan yang penting bagi ternak sebagai sarana Pembina pertumbuhan tubuh,sebab tubuh membutuhkan bahan pembangun yang berasal dari pakan yang sempurna(mengandung protein,karbohidrat,lemak,air,vitamin,mineral).
             Kartadisastra(1997) mengatakan bahwa,konsumsi adalah factor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi,ransum adalah sejumlah campuran dari berbagai macam bahan makanan yang diberikan kepada hewan ternak atau ternak dalam waktu tertentu misalnya suatu hari satu malam.
  Cahayano(1998) mengatakan bahwa,daun pisang banyak dimanfaatkan untuk pembungkus aneka makanan dan barang-barang lainnya dan daun pisang yang telah tua dapat dimanfaatkan untuk makanan  hijauan ternak seperti:sapi,kambing,kerbau,kelinci,dll.







BAB III
RUMUSAN MASALAH

Ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain:
       3.1.pengertian ternak ?
       3.2. Bagaimana cara mengembangan Ternak  ?
      3.3. Apakah Arti penting pakan hewani itu ?
      3.4. Apakah manfaat penambahan daun Pisang pada pakan ternak(Ransum)?
     


















BAB IV
PEMBAHASAN

 3.1.Pengertian Ternak
Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan yang bermutu tinggi,Pakaian yang mahal dan prestisius,Hasil samping RPH(Bahan dasar berbagai proses kimiawi dan pakan ternak),Hewan coba(Penemuan IPTEK),Hiburan/hobi,sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian dari kegiatan pertanian secara umum.Ternak dalam mencukupi kebutuhan non pangan:wool,bulu,dan kulit hewan serta Pupuk kandang.

3.2. Pengembangan Ternak Lokal
Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya perhatian lebih difokuskan pada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal yang tersebar mulai dari perkotaan sampai perdesaan. Menurut Martojo (2003) jumlah rumahtangga peternakan sekitar 4,5 juta rumahtangga (RTP). Bentuk peternakan yang ada pun sebagian besar merupakan peternakan rakyat, yaitu sapi potong (99,6 %), kambing/domba (99,99 %), kerbau (88,7 %), sapi perah (91,1 %), ayam ras petelur (82,4 %), ayam buras dan itik (100 %) (Soehadji, 1992 dalam Rusfidra, 2004) .Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha peternakan rakyat adalah ternak lokal. Ternak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama dipelihara peternak pedesaan dan berperan penting dalam sistem usahatani di perdesaan. Usaha peternakan rakyat inilah yang seharusnya menjadi basis pengembangan peternakan nasional. Pengembangan komoditi ternak yang berbasis bahan pakan impor sangat rawan dijadikan sebagai basis pembangunan peternakan nasional. Alasannya adalah tiga komponen bahan pakan (jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan) merupakan bahan impor yang menguras devisa. Itulah sebabnya usaha peternakan berbahan baku impor (ayam ras pedaging dan petelur) mengalami kontraksi yang tajam ketika krisis ekonomi dan bangkrutnya secara massal para peternak ayam ras.

3.3.Arti Penting Pakan Hewani
        Keberhasilan usaha ternak  sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Pakan menjadi salah satu faktor utama keberhasilan usaha ternak, di samping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena itu, bibit ternak yang baik dari jenis unggul hasil seleksi harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula. Sebab, bibit ternak yang secara genetis baik akan memiliki sifat-sifat keturunan yang baik pula apabila memperoleh makanan yang cukup dan memenuhi syarat. Namun, perlu disadari bahwa pemberian makanan yang cukup dan memenuhi syarat ini tidak berarti akan bisa mengubah sifat-sifat genetik ternak. Misalnya, bangsa sapi Madura besarnya tubuh tidak akan bisa berubah menyerupai bangsa sapi Hereford; bangsa sapi Hereford yang bertubuh besar, daya kerjanya tak akan bisa menyamai bangsa sapi Ongole, dan sebagainya. Tetapi paling tidak, pemberian makanan yang cukup dan memenuhi syarat pasti akan mampu memunculkan sifat-sifat pembawaan dari bangsa-bangsa sapi tersebut, misalnya: pertumbuhannya menjadi lebih sempurna dan lebih cepat, dan prosentase karkasnya pun menjadi baik.Pemberian pakan terhadap ternak  harus dilakukan secara kontinu sepanjang waktu. Sebab, pemberian pakan yang tidak kontinu akan menimbulkan goncangan terhadap ternak tersebut sehingga pertumbuhannya terganggu. Hal ini sering terjadi pada ternak yang dipelihara di daerah tropis, termasuk di negara kita. Pertumbuhan ternak yang dipelihara di daerah tropis sering mengalami kurva naik-turun yang sangat tajam. Pada musim penghujan pertumbuhan dan pertambahan berat badannya sangat cepat, karena mendapat makanan yang cukup dan memenuhi syarat. Tetapi pada musim kemarau pertumbuhan berat badannya dapat menurun secara drastis. Sebab selama musim kemarau daya cerna hijauan/rerumputan berkurang. Hal ini terutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan/rerumputan akibat kekurangan air. Dengan demikian hijauan/rerumputan yang diberikan kepada ternak tidak memenuhi syarat, bahkan volume pemberiannya pun seringkali sangat kurang. Akibatnya ialah pertumbuhan terhambat, ternak yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, sebagai ternak potong tidak memenuhi syarat, perkembangbiakannya mundur karena fertilitasnya pun menurun presentase karkasnya juga sangat rendah.Oleh karena itu para peternak, harus berusaha memberikan makanan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ternak tersebut. 
  
 


  3.4.Manfaat Penambahan Daun Gamal Pada Pakan
        Daun Gamal adalah kata yang begitu akrab di telinga kita dengan segudang manfaat. Pemanfaatannya telah lumayan dikenal di kalangan peternak ruminansia (sapi, kambing dsb). Namun pemanfaatan untuk unggas apakah bisa?
Daun Gamal ternyata kaya akan kandungan glukosa dan selulosa namun rendah kadar ligninnya. Ini menarik karena glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Sementara itu, lignin adalah suatu bentuk serat yang dalam jumlah kecil dibutuhkan ternak untuk membantu pencernaan. Kandungan lignin pada pakan ternak sangat berpengaruh pada kemudahan pakan itu untuk dicerna. Pakan yang rendah kandungan ligninnya mudah dicerna oleh binatang. Tapi, kalau pakan yang diberikan terlalu banyak kandungan ligninnya, ternak bisa ‘mencret’.
Fakta ilmiah sedemikian sudah cukup sebagai dalil atas kenyataan praktek yang penulis lakukan pada ternak unggas meskipun dulu hanya berdasar ‘katanya’. Kami memberikan cacahan batang pisang ke ternak ayam broiler saat itu (di Kalimantan Selatan) dengan alasan untuk mendinginkan badan ayam akibat suhu udara yang ekstrim panas (dekat garis katulistiwa). Batang pisang dicacah halus lalu diberikan ke ayam saat ayam berumur 23 hari, 27 hari, 30 hari, dan 33 hari di tempat pakan bagian luar saja. Sore harinya diminumi air yang dicampur VITERPAN Unggas seperti biasanya.
Hasilnya sangat bagus karena ayam tampak lebih tenang meski suhu sangat panas memanggang di siang hari. Dan, pakan lumayan hemat karena sebagian ruang di tembolok dan perut ayam terisi cacahan batang pisang yang tidak usah beli. Efek kenyang tetap tampak dan yang penting, pemenuhan unsur gizi tetap terjaga terutama kalori yang diperoleh dari kandungan glukosa dalam cacahan batang pisang tersebut. Grafik penambahan bobot bahkan maju 1 hari dari baku standar budidaya. Menarik sekali. Satu hal lagi, kematian ayam di atas umur 25 hari amatlah ditakutkan peternak karena ayam yang mati berarti membuang pakan dalam jumlah cukup besar dan itu lampu kuning buat FCR dan Index Prestasi keseluruhan. Ayam kami, memang ada yang mati juga pada fase itu (namanya ajal siapa yang bisa ngatur kalau bukan Yang Maha Kuasa), tingkat kematiannya hanya 1-2 ekor dan itu hanya persoalan kompetisi ruang dan pakan. Tentu yang besar yang menang, yang kecil dan agak lemah, ya kalah. Toh hasil akhir mortalitas hanya 3%, masih sangat bisa ditoleransi tentunya.

















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan
Hewan ternak sebagai sumber pakan hewani mempunyai beberapa manfaat yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia antara lain, : untuk kecerdasan, protein hewani juga dibutuhkan untuk daya tahan tubuh, Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah, Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.Oleh karena itu untuk menghasilkan ternak yang bagus untuk di konsumsi diperlukan penanganan yang mendalam terhadap konsumsi pakan ternak yang diberikan,sehingga  digunakan ransum dengan penambahan komposisi daun Gamal untuk meningkatkan bobot badan ternak dan sebagai alternatif  cadangan pakan ternak

  5.2 Saran
        Suapaya diperoleh penambahan bobot badan ternak yang diinginkan sebaiknya penggunaan pakan dengan penambahan daun Gamal dilaksanakan secara insentif dan teliti.oleh karena itu peternak dalam hal ini diminta untuk mencoba melakukannya dikarenakan dapat mengahasilkan ternak yang lebih sehat dan ekonomis dalam manajemen pengolahan ternaknya.










DAFTAR PUSTAKA
*) Anggorodi,1994.Imu Makanan Ternak.PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
*)Anggorodi,R,1985.Ilmu Makanan Ternak.PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
*)Anominos,1991.Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja.Kanisius:Yogyakarta
*)Huitema,H,2002.Peternakan diDaerah Tropis.PT Gramedia pustaka       utama:Jakarta
*)Lubis,D.A.1963.Ilmu Makanan Ternak.PT Pembangunan:Yogyakarta
*)Muljana,w.2001.Cara Beternak Kambing.CV.Aneka Ilmu: Semarang
*)Parakkasi,A.1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastri.Penerbit Angkasa:Bandung
*)Siregar S,dan Basya M.S.2003.Ransum Ternak Ruminansia.Penerbit Swadaya:Jakarta
*)Sosroamijojo dan Soeradji,S.M.2003.Peternakan Umum.CV Yasa Guna:Yogyakarta
































           



















MAKALAH PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI




MAKALAH
PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI






DISUSUN OLEH:  
NAMA:DAVID FERDINAN NABABAN
NIM:23010113140147
KELAS:D






FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2013




DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR……………………………………………….

  BAB I PENDAHULUAN……………………………………………

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….

  BAB III RUMUSAN MASALAH……………………………………

  BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………….

  BAB V KESIMPULAN………………………………………………

  DAFTAR PUSTAKA……………………………………….

 


















KATA PENGANTAR

   Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta hidayahNYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu dan Industri Ternak dengan judul Peran Ternak sebagai Sumber Pakan Hewani dengan baik, meskipun masih ada kekurangannya.
   Tujuan dari penyusunan makalah dengan judul Peranan Ternak sebagai Sumber Pakan Hewani ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Tengah Semester (UTS).
   Penulis ucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah ini kepada Bp. Ir. Warsono Sarengat ,MS yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Industri Peternakan.Tanpa ilmu yang telah Bapak berikan penulis tidak dapat mengerjakan makalah ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun immateri dalam penulisan makalah ini.
   Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang kurang berkenan Penulis mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.


Semarang,15 september 2013


Penulis







BAB I
PENDAHULUAN
   Manusia memerlukan bahan pakan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan pakan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu serta olahan lainnya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat pesat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya Negara-negara  yang sedang berkembang.               Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan di perkirakan meningkat  sebanyak 76 juta setiap tahunnya . dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3% pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani , juga ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.
   Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Tengah Semester (UTS). Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran ternak  terhadap pemenuhan pangan hewani serta pemenuhan gizi bagi manusia.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk hidup sehat. Kita memerlukan pangan hewani  (daging, susu dan telur) sebagai sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah pecah.  Meskipun masyarakat menyadari pangan hewani sebagai kebutuhan primer namun hingga kini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia sangat rendah. Pada tahun 2000, konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi penduduk Malaysia (36,7 kg), Thailand (13,5 kg), Fhilipina (7,6 kg), Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg) (Poultry International, 2003). Konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia 100 gram/kapita/hari (Poultry International, 2003 dalam Rusfidra, 2007a,b).
Begitupun konsumsi telur penduduk Indonesia baru 2,7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan Fhilipina 6,2 kg. Bila satu kilogram telur rata-rata terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur penduduk Indonesia hanya sekitar 46 butir/kapita/tahun atau 1/8 butir/kapita/hari. Pada periode yang sama, penduduk Malaysia setiap tahunnya memakan 245 butir telur atau 2/3 butir telur/kapita/hari.
            Konsumsi susu masyarakat Indonesia sangat rendah, yakni sekitar 7 kg /kapita /tahun, Malaysia mencapai 20 kg/kapita/tahun, sedangkan masyarakat Amerika  Serikat mengkonsumsi susu 100 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari masih jauh dari harapan. Angka ini dapat dicapai bila konsumsi terdiri dari 10 kg daging; 3,4 kg telur dan 6 kg susu/kapita/tahun. Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani yang ideal adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999).
            Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto (PDB) suatu negara. Masyarakat di beberapa negara berkembang seperti Korea, Brazil, China, Fhilipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Sementara itu, negara-negara yang konsumsi protein hewaninya di bawah 10 gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya 55-65 tahun (Han, 1999).
   Delgado et. al (1999) menduga akan terjadi peningkatan produksi dan konsumsi pangan hewani dimasa depan. Di dalam artikel “Peternakan 2020: Revolusi Pangan Masa Depan”, mereka menduga konsumsi daging penduduk dunia akan meningkat dari 233 juta ton (tahun 2000) menjadi 300 juta ton (tahun 2020). Konsumsi susu meningkat dari 568 juta ton (tahun 2000) menjadi 700 juta ton pada tahun 2020, sedangkan konsumsi telur diperkirakan mencapai 55 juta ton. Hal itu disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dunia, meningkatnya kesejahteraan dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dunia.
Konsumsi protein hewani yang rendah dapat berdampak pada tingkat kecerdasan dan kualitas hidup penduduk. Negara Malaysia yang pada tahun 1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun 2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Dalam periode tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-111, satu tingkat di atas Vietnam (112), namun jauh di bawah negara ASEAN lainnya, Singapura (peringkat 25), Malaysia (59), Thailand (76) dan Fhilipina (83) (Rusfidra, 2006a).
  Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin).  Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain:
       3.1.pengertian Ternak
       3.2. Apakah Arti penting pangan hewani itu ?
      3.3. Apakah Manfaat protein hewani ?
      3.4. Bagaimana cara mengembangan Ternak  ?
      3.5. Apa produk peternakan itu ?
      3.6 .Apa sajakah tantangan dalam penyediaan protein hewani ?
3.7. Bagaimana upaya dalam penyedian pangan hewani di Indonesia ?


BAB IV
PEMBAHASAN

  3.1.Pengertian Ternak
  Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan yang bermutu
tinggi,Pakaian yang mahal dan prestisius,Hasil samping RPH(Bahan dasar berbagai proses
kimiawi dan pakan ternak),Hewan coba(Penemuan IPTEK),Hiburan/hobi,sumber bahan
baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut
sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian
dari kegiatan pertanian secara umum.Ternak dalam mencukupi kebutuhan non
pangan:wool,bulu,dan kulit hewan serta Pupuk kandang.


  3.2  Arti Penting Pangan Hewani
  Dalam Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) disebutkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi setiap rakyat Indonesia. Pangan tersebut dapat berasal dari bahan nabati atau hewani dengan fungsi utama sebagai sumber zat gizi. Berdasarkan evaluasi Susenas 2003, tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar 58% dari kebutuhan (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih bertumpu pada bahan pangan nabati untuk pemenuhan gizinya. Rendahnya konsumsi pangan hewani telah memberi kontribusi terhadap munculnya kasus gizi buruk di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Laporan WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa dalam kurun tahun 1999-2001 sekitar 12,6 juta jiwa penduduk Indonesia menderita kurang pangan (SCN, 2004). Jumlah tersebut mungkin menjadi bagian dari masyarakat yang mengalami defisit energi protein. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 terungkap bahwa sekitar 81,5 juta jiwa masyarakat Indonesia mengalami defisit energi protein, terutama protein hewani (Pambudy, 2004). Pemenuhan kebutuhan pangan hewani bagi sekitar 230 juta jiwa penduduk Indonesia yang terus bertambah lebih dari 1,3% per tahun merupakan permasalahan yang perlu diupayakan jalan keluarnya. Hingga saat ini produk olahan hasil ternak di Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional masih harus impor (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Untuk penyediaan hasil ternak dalam jangka panjang, perlu optimalisasi seluruh segmen kegiatan industri peternakan, yaitu: (1) industry primer seperti pembibitan dan budidaya ternak, (2) industri sekunder dalam kegiatan pasca panen, dan (3) industri tersier di bidang distribusi dan pemasaran (Chamdi, 2004). Goldberg (1991) memprediksikan bahwa dalam agribisnis global tahun 2000-2028, focus kegiatan dan penyerapan dana terbesar adalah untuk industri sekunder dan tersier. FAO juga telah mencanangkan bahwa tahun 2020 akan terjadi Revolusi Peternakan (Livestock Revolution) sebagai The Next Food Revolution. Oleh sebab itu, peranan teknologi pangan sebagai inti industri sekunder peternakan dalam pengembangan produk olahan hasil ternak harus ditingkatkan untuk antisipasi kompetisi global saat ini dan di masa depan.

  3.3 Manfaat protein hewani
  Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin).
  Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani.
Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah. Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
  Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100 (Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005e).

  3.4  Pengembangan Ternak Lokal
  Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya perhatian lebih difokuskan pada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal yang tersebar mulai dari perkotaan sampai perdesaan. Menurut Martojo (2003) jumlah rumahtangga peternakan sekitar 4,5 juta rumahtangga (RTP). Bentuk peternakan yang ada pun sebagian besar merupakan peternakan rakyat, yaitu sapi potong (99,6 %), kambing/domba (99,99 %), kerbau (88,7 %), sapi perah (91,1 %), ayam ras petelur (82,4 %), ayam buras dan itik (100 %) (Soehadji, 1992 dalam Rusfidra, 2004) .Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha peternakan rakyat adalah ternak lokal. Ternak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama dipelihara peternak pedesaan dan berperan penting dalam sistem usahatani di perdesaan. Usaha peternakan rakyat inilah yang seharusnya menjadi basis pengembangan peternakan nasional. Pengembangan komoditi ternak yang berbasis bahan pakan impor sangat rawan dijadikan sebagai basis pembangunan peternakan nasional. Alasannya adalah tiga komponen bahan pakan (jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan) merupakan bahan impor yang menguras devisa. Itulah sebabnya usaha peternakan berbahan baku impor (ayam ras pedaging dan petelur) mengalami kontraksi yang tajam ketika krisis ekonomi dan bangkrutnya secara massal para peternak ayam ras.

  3.5  produk peternakan
           Produk hasil ternak merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi rakyat selain bahan pangan pokok rakyat (beras). Sebagai pendamping sajian makan sehari-hari , bahan pangan hewani merupakan sumber protein penting (selain protein nabati) yang sangat berperan dalam pemenuhan gizi masyarakat. Secara tradisional, sejak dahulu, masyarakat kita sudah menyandingkan produk pangan hewani ini dalam menu makanan sehari-harinya.
Produk pangan hewani umumnya berupa daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya protein. Protein ini juga sangat kaya asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk hewani mempunyai peran yang sangat penting, hal ini berkaitan pada asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performs mereka di sekolah dan menurunkan prokduktivitas tenaga kerja setelah dewasa. Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami loos generation. Akibatnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa.
Daging merupakan salah satu jenis ternak yang hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk hasil olahan yang berasal dari daging seperti daging kornet, sosis, dendeng, abon dan daging sapi asap dan lain-lain. Bentuk-bentuk pengolahan ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang mengolahnya sehingga hasil olahan tersebut dapat juga

  3.6  Tantangan Penyedian Protein Hewani

  Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005). Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar. 
  Namun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5 gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26 gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat.
  Merebaknya kasus gizi buruk (malnutrisi) dan busung lapar pada anak-anak usia bawah lima tahun (balita) beberapa waktu lalu sangat merisaukan kita sebagai bangsa. Sesungguhnya, kasus malnutrisi disebabkan kurangnya asupan kalori-protein pada tingkat rumahtangga. Masa balita merupakan “periode emas (the golden age)” pertumbuhan anak manusia dimana sel-sel otak sedang berkembang dengan pesat. Dalam periode ini protein hewani sangat dibutuhkan agar otak berkembang secara optimal, tidak sampai tulalit, (Nadesul, Kompas 9/7/05). 
  Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performans mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa (Pinstrup-Andersen, 1993 dalam Rusfidra, 2005a). Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami loss generation. Akibat berikutnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa
  Namun sayangnya, ditengah usaha berbagai pihak mempromosikan peningkatan konsumsi protein hewani, negara ini kembali disibukkan oleh merebaknya wabah flu burung. Hingga Januari 2006 jumlah pasien yang diduga terinfeksi flu burung berjumlah 85 orang, dimana 17 pasien diantaranya meninggal dunia. Realitas ini menunjukkan bahwa kasus flu burung masih bersirkulasi di sekitar kita Oleh karena itu, kita berharap kepada aparatur pemerintah (Deptan dan Depkes) agar bekerja dengan visi dan rencana kerja yang sistematis, tidak bekerja serabutan seperti selama ini. Selama ini terkesan birokrat bekerja seperti “pemadam kebakaran”, baru kelihatan program kerjanya setelah timbulnya masalah. Wabah flu burung
telah berdampak pada turunnya konsumsi daging dan telur karena adanya kekawatiran masyarakat akan terinfeksi flu burung bila memakan telur dan daging ayam. Meskipun wabah flu burung bersifat fatal (mematikan) pada unggas, namun konsumen tidak perlu kawatir untuk mengkonsumsi daging ayam dan telur. Karena dengan pemanasan pada suhu 56 C selama 3 jam atau pada 60 C selama 30 menit virus Avian Influenza (AI) akan mati. Artinya, selama konsumen tidak memakan telur atau daging ayam mentah, maka kecil peluang terinfeksi AI (Rusfidra, 2005b). 
  Penularan flu burung selama ini terjadi melalui pernafasan (air borne desease), bukan melalui makanan (food borne desease). Karena itu, kampanye makan daging ayam dan telur secara aman merupakan langkah cerdas untuk memulihkan citra bahwa memakan daging ayam dan telur relatif aman sepanjang kedua komoditi unggas tersebut diolah secara benar sebelum dimakan.
  Selain itu, juga diperlukan program penyediaan sumber protein hewani yang murah, mudah tersedia, terjangkau dan bergizi tinggi pada tingkat rumahtangga. Dalam konteks ini, program “Family Poultry” layak ditimbang sebagai sebuah solusi mengatasi terjadinya malnutrisi, efektif dalam pengentasan kemiskinan, menjaga ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga dan sebagai sumber pendapatan (Rusfidra, 2005a, Rusfidra, 2005c, Rusfidra, 2005d).

  3.7  Upaya Penyediaan Pangan Hewani  di Indonesia
  Upaya peningkatan ketersediaan pangan menjadi program pemerintah yang sangat sulit dilakukan, terutama di bidang peternakan yang berhubungan dengan swasembada daging. Hal ini terkendala masalah penyediaan bibit, modal serta SDM , lebih dari 90% ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan peternakan yang minim. Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas.
Sulitnya memenuhi pangan hewani berupa daging tercermin pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla , program swasembada daging sapi ditargetkan pada tahun 2005, kemudian direfisi 2010 . namun tahun 2010 hal itu juga tidak akan tercapai karena tidak mungkin dalam 2 tahun ditambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak ada dana , bibit juga tidak ada. Mentri pertanian sebelumnya, Anton Apriantono, mengakui, program swasembada daging sapi gagal dicapai. Gagalnya program swasembada daging sapi karena laju pertambahan populasi kalah cepat(kompas, 9/9/2009)
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi didalam negeri diproyeksikan

meningkat 67% pada tahun 2010 menjadi 90% di tahun 2014. “dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014” kata Suwarno . hal ini disampaikan pada saat memaparkan rencana strategis kecukupan daging 2010-2014 dalam seminar nasional pengembangan ternak potong untuk mewujudkan  program  kecukupan / swasembada daging di Fakultas Petrnakan Universitas GajahMada , Jogjakarta , sabtu (7/11).


BAB V
KESIMPULAN
   Hewan ternak sebagai sumber pakan hewani mempunyai beberapa manfaat yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia antara lain, : untuk kecerdasan, protein hewani juga dibutuhkan untuk daya tahan tubuh, Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah, Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
   Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto (PDB) suatu negara. Dengan demikian, hewan ternak sebagai sumber pangan hewani sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia dan berpengaruh pada kwalitas SDM seseorang.


DAFTAR PUSTAKA
  · Rusfidra. 2007a. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan     Bertumpu pada Ternak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing House.
        · Rusfidra. 2007c. Rural Poultry Keeping in Indonesia to Household Food Security and Poverty Alleviation. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Alumni dari Jepang (PERSADA). Bogor: Persada-FKH IPB. 9 Agustus 2007.
        · Rusfidra. 2006. Penerapan sistem pendidikan tinggi jarak jauh untuk meningkatkan mutu SDM: sebuah bentuk inovasi industri pendidikan. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional “Sistem Inovasi Nasional”, tanggal 19-20 Juli 2006. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
        · Rusfidra. 2005c.Mencegah gizi buruk dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala rumahan. Artikel iptek Harian Pikiran  Rakyat. Bandung, 25 Agustus 2005. 
  · Rusfidra. 2005d. Protein hewani dan kecerdasan. Arikel Opini Harian Sinar Harapan. Jakarta 8 September 2005.
        · Kompas, 2009. Swasembada Daging Sapi 2014. 09 November 2009. http://m.kompas.com November 2009
        · Kompas, 2004. Badan POM: Angka Keracunan Makanan Selama Tahun 2004 Meningkat, 11 Oktober 2004 http://kompas.com/kompas cetak/04104/11/daerah/1317750.htm [4 November 2004]
  · Haryono, I. 2007. Pengembangan industri pengolahan susu nasional. Makalah Workshop Pengembangan Kemitraan Industri Pengolahan Susu dengan Peternak Sapi Perah Untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Susu Nasional. Semarang, 9 Mei 2007