MAKALAH
PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI
DISUSUN OLEH:
NAMA:DAVID FERDINAN NABABAN
NIM:23010113140147
KELAS:D
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….
BAB III RUMUSAN MASALAH……………………………………
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………….
BAB V KESIMPULAN………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………….
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta hidayahNYA,
sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
makalah Pengantar Ilmu dan Industri Ternak dengan judul Peran Ternak sebagai
Sumber Pakan Hewani dengan baik, meskipun masih ada kekurangannya.
Tujuan dari penyusunan makalah dengan judul Peranan Ternak sebagai
Sumber Pakan Hewani ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Tengah Semester
(UTS).
Penulis ucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah
ini kepada Bp. Ir. Warsono Sarengat ,MS yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah Pengantar
Ilmu Industri Peternakan.Tanpa ilmu yang telah Bapak berikan penulis tidak
dapat mengerjakan makalah ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun
immateri dalam penulisan makalah ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang kurang berkenan Penulis mohon
maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang,15
september 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
memerlukan bahan pakan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan pakan
berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan
manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara
kondisi tubuh. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu
serta olahan lainnya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat
pesat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya Negara-negara
yang sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan di
perkirakan meningkat sebanyak 76 juta setiap tahunnya .
dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili
di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein
hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang
berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3%
pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang
cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya protein hewani , juga ikut mendorong meningkatnya permintaan
terhadap pangan hewani.
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai
syarat dan tugas Ujian Tengah Semester (UTS). Manfaat dari makalah ini adalah
untuk mengetahui seberapa besar peran ternak terhadap pemenuhan pangan
hewani serta pemenuhan gizi bagi manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk hidup sehat. Kita
memerlukan pangan hewani (daging, susu dan telur) sebagai sumber protein
untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan
menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah pecah. Meskipun
masyarakat menyadari pangan hewani sebagai kebutuhan primer namun hingga kini
konsumsi protein hewani penduduk Indonesia sangat rendah. Pada tahun 2000,
konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan
konsumsi penduduk Malaysia (36,7 kg), Thailand (13,5 kg), Fhilipina (7,6 kg),
Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg) (Poultry International, 2003). Konsumsi
daging unggas penduduk Indonesia hanya 10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia
100 gram/kapita/hari (Poultry International, 2003 dalam Rusfidra,
2007a,b).
Begitupun konsumsi telur penduduk Indonesia baru 2,7 kg/kapita/tahun,
sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan Fhilipina 6,2 kg. Bila satu
kilogram telur rata-rata terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur penduduk
Indonesia hanya sekitar 46 butir/kapita/tahun atau 1/8 butir/kapita/hari. Pada
periode yang sama, penduduk Malaysia setiap tahunnya memakan 245 butir telur
atau 2/3 butir telur/kapita/hari.
Konsumsi susu masyarakat Indonesia
sangat rendah, yakni sekitar 7 kg /kapita /tahun, Malaysia mencapai 20
kg/kapita/tahun, sedangkan masyarakat Amerika Serikat mengkonsumsi susu
100 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target
konsumsi protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari masih jauh dari harapan.
Angka ini dapat dicapai bila konsumsi terdiri dari 10 kg daging; 3,4 kg telur
dan 6 kg susu/kapita/tahun. Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani yang ideal adalah 26
gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999).
Analisis paling akhir oleh Prof. I.K
Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul (1999)
menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan
umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi konsumsi
protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto (PDB)
suatu negara. Masyarakat di beberapa negara berkembang seperti Korea, Brazil,
China, Fhilipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40
gram/kapita/hari, UHH penduduknya 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS,
Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80
gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Sementara itu, negara-negara
yang konsumsi protein hewaninya di bawah 10 gram/kapita/hari seperti Banglades,
India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya 55-65 tahun (Han, 1999).
Delgado
et. al (1999) menduga akan terjadi peningkatan produksi dan konsumsi
pangan hewani dimasa depan. Di dalam artikel “Peternakan 2020: Revolusi
Pangan Masa Depan”, mereka menduga konsumsi daging penduduk dunia akan
meningkat dari 233 juta ton (tahun 2000) menjadi 300 juta ton (tahun 2020).
Konsumsi susu meningkat dari 568 juta ton (tahun 2000) menjadi 700 juta ton
pada tahun 2020, sedangkan konsumsi telur diperkirakan mencapai 55 juta ton.
Hal itu disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dunia, meningkatnya
kesejahteraan dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dunia.
Konsumsi protein hewani yang rendah dapat berdampak pada
tingkat kecerdasan dan kualitas hidup penduduk. Negara Malaysia yang pada tahun
1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh meninggalkan
Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana
ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun 2004 yang
dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Dalam periode
tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-111, satu tingkat di atas Vietnam
(112), namun jauh di bawah negara ASEAN lainnya, Singapura (peringkat 25),
Malaysia (59), Thailand (76) dan Fhilipina (83) (Rusfidra, 2006a).
Studi
Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat
konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani
yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat
normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein
hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka
pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin). Selain untuk
kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al.
(1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah
terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala
anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat
dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari
protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani. Protein hewani
memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai hayati
protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak
nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk
pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan
makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk
pembentukan protein tubuh.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain:
3.1.pengertian
Ternak
3.2.
Apakah Arti penting pangan hewani
itu ?
3.3. Apakah Manfaat protein hewani ?
3.4. Bagaimana cara mengembangan Ternak ?
3.5. Apa produk peternakan itu ?
3.6 .Apa sajakah tantangan dalam
penyediaan protein hewani ?
3.7. Bagaimana upaya dalam penyedian pangan hewani di Indonesia
?
BAB IV
PEMBAHASAN
3.1.Pengertian Ternak
Ternak adalah hewan yang dengan
sengaja dipelihara sebagai sumber pangan yang bermutu
tinggi,Pakaian
yang mahal dan prestisius,Hasil samping RPH(Bahan dasar berbagai proses
kimiawi
dan pakan ternak),Hewan coba(Penemuan IPTEK),Hiburan/hobi,sumber bahan
baku
industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak
disebut
sebagai
peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian
dari
kegiatan pertanian secara umum.Ternak dalam mencukupi kebutuhan non
pangan:wool,bulu,dan
kulit hewan serta Pupuk kandang.
3.2 Arti Penting Pangan Hewani
Dalam
Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) disebutkan bahwa
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi
setiap rakyat Indonesia. Pangan tersebut dapat berasal dari bahan nabati atau
hewani dengan fungsi utama sebagai sumber zat gizi. Berdasarkan evaluasi
Susenas 2003, tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar
58% dari kebutuhan (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Artinya, sebagian
besar masyarakat Indonesia masih bertumpu pada bahan pangan nabati untuk
pemenuhan gizinya. Rendahnya konsumsi pangan hewani telah memberi kontribusi
terhadap munculnya kasus gizi buruk di Indonesia beberapa tahun terakhir ini.
Laporan WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa dalam kurun
tahun 1999-2001 sekitar 12,6 juta jiwa penduduk Indonesia menderita kurang
pangan (SCN, 2004). Jumlah tersebut mungkin menjadi bagian dari masyarakat yang
mengalami defisit energi protein. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII tahun 2004 terungkap bahwa sekitar 81,5 juta jiwa masyarakat Indonesia
mengalami defisit energi protein, terutama protein hewani (Pambudy, 2004).
Pemenuhan kebutuhan pangan hewani bagi sekitar 230 juta jiwa penduduk Indonesia
yang terus bertambah lebih dari 1,3% per tahun merupakan permasalahan yang
perlu diupayakan jalan keluarnya. Hingga saat ini produk olahan hasil ternak di
Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional masih
harus impor (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Untuk penyediaan hasil ternak
dalam jangka panjang, perlu optimalisasi seluruh segmen kegiatan industri
peternakan, yaitu: (1) industry primer seperti pembibitan dan budidaya ternak,
(2) industri sekunder dalam kegiatan pasca panen, dan (3) industri tersier di
bidang distribusi dan pemasaran (Chamdi, 2004). Goldberg (1991) memprediksikan
bahwa dalam agribisnis global tahun 2000-2028, focus kegiatan dan penyerapan
dana terbesar adalah untuk industri sekunder dan tersier. FAO juga telah
mencanangkan bahwa tahun 2020 akan terjadi Revolusi Peternakan (Livestock
Revolution) sebagai The Next Food Revolution. Oleh sebab itu,
peranan teknologi pangan sebagai inti industri sekunder peternakan dalam
pengembangan produk olahan hasil ternak harus ditingkatkan untuk antisipasi
kompetisi global saat ini dan di masa depan.
3.3
Manfaat protein hewani
Studi
Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat
konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani
yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat
normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein
hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka
pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin).
Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani.
Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani.
Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit
(sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah. Protein hewani juga berperan
dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Protein
hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai
hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak
nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk
pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan
makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk
pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai
hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100
(Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005e).
3.4 Pengembangan Ternak Lokal
Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya perhatian
lebih difokuskan pada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal yang tersebar
mulai dari perkotaan sampai perdesaan. Menurut Martojo (2003) jumlah
rumahtangga peternakan sekitar 4,5 juta rumahtangga (RTP). Bentuk peternakan
yang ada pun sebagian besar merupakan peternakan rakyat, yaitu sapi potong
(99,6 %), kambing/domba (99,99 %), kerbau (88,7 %), sapi perah (91,1 %), ayam
ras petelur (82,4 %), ayam buras dan itik (100 %) (Soehadji, 1992 dalam Rusfidra,
2004) .Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha peternakan rakyat
adalah ternak lokal. Ternak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama
dipelihara peternak pedesaan dan berperan penting dalam sistem usahatani di
perdesaan. Usaha peternakan rakyat inilah yang seharusnya menjadi basis
pengembangan peternakan nasional. Pengembangan komoditi ternak yang berbasis
bahan pakan impor sangat rawan dijadikan sebagai basis pembangunan peternakan
nasional. Alasannya adalah tiga komponen bahan pakan (jagung, bungkil kedelai
dan tepung ikan) merupakan bahan impor yang menguras devisa. Itulah sebabnya
usaha peternakan berbahan baku impor (ayam ras pedaging dan petelur) mengalami
kontraksi yang tajam ketika krisis ekonomi dan bangkrutnya secara massal para
peternak ayam ras.
3.5 produk peternakan
Produk hasil ternak merupakan bahan
pangan yang sangat penting bagi rakyat selain bahan pangan pokok rakyat
(beras). Sebagai pendamping sajian makan sehari-hari , bahan pangan hewani merupakan
sumber protein penting (selain protein nabati) yang sangat berperan dalam
pemenuhan gizi masyarakat. Secara tradisional, sejak dahulu, masyarakat
kita sudah menyandingkan produk pangan hewani ini dalam menu makanan
sehari-harinya.
Produk pangan hewani umumnya berupa
daging, susu, telur dan ikan yang sangat kaya protein. Protein ini juga sangat
kaya asam amino esensial yang sangat sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk
hewani mempunyai peran yang sangat penting, hal ini berkaitan pada asupan kalori-protein
yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan,
meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental,
menurunkan performs mereka di sekolah dan menurunkan prokduktivitas tenaga
kerja setelah dewasa. Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat
menyebabkan bangsa ini mengalami loos generation. Akibatnya adalah rendahnya
daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa.
Daging merupakan salah satu jenis
ternak yang hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan
pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk hasil
olahan yang berasal dari daging seperti daging kornet, sosis, dendeng, abon dan
daging sapi asap dan lain-lain. Bentuk-bentuk pengolahan ini pada dasarnya
sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang mengolahnya sehingga hasil olahan
tersebut dapat juga
3.6
Tantangan Penyedian Protein Hewani
Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa.
Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat
menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005).
Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa
besar.
Namun
sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun
Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap
tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton
jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan
pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat
negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain.
Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk
peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan
hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini
konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5
gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26
gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu
dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat.
Merebaknya
kasus gizi buruk (malnutrisi) dan busung lapar pada anak-anak usia bawah lima
tahun (balita) beberapa waktu lalu sangat merisaukan kita sebagai bangsa.
Sesungguhnya, kasus malnutrisi disebabkan kurangnya asupan kalori-protein pada
tingkat rumahtangga. Masa balita merupakan “periode emas (the golden age)”
pertumbuhan anak manusia dimana sel-sel otak sedang berkembang dengan pesat.
Dalam periode ini protein hewani sangat dibutuhkan agar otak berkembang secara
optimal, tidak sampai tulalit, (Nadesul, Kompas 9/7/05).
Asupan
kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya
pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan
mental, menurunkan performans mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas
tenaga kerja setelah dewasa (Pinstrup-Andersen, 1993 dalam Rusfidra, 2005a).
Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa
ini mengalami loss generation. Akibat berikutnya adalah rendahnya daya saing
SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa
Namun
sayangnya, ditengah usaha berbagai pihak mempromosikan peningkatan konsumsi
protein hewani, negara ini kembali disibukkan oleh merebaknya wabah flu burung.
Hingga Januari 2006 jumlah pasien yang diduga terinfeksi flu burung berjumlah
85 orang, dimana 17 pasien diantaranya meninggal dunia. Realitas ini
menunjukkan bahwa kasus flu burung masih bersirkulasi di sekitar kita Oleh
karena itu, kita berharap kepada aparatur pemerintah (Deptan dan Depkes) agar
bekerja dengan visi dan rencana kerja yang sistematis, tidak bekerja serabutan
seperti selama ini. Selama ini terkesan birokrat bekerja seperti “pemadam
kebakaran”, baru kelihatan program kerjanya setelah timbulnya masalah. Wabah
flu burung
telah berdampak pada turunnya konsumsi daging dan telur
karena adanya kekawatiran masyarakat akan terinfeksi flu burung bila memakan
telur dan daging ayam. Meskipun wabah flu burung bersifat fatal (mematikan)
pada unggas, namun konsumen tidak perlu kawatir untuk mengkonsumsi daging ayam
dan telur. Karena dengan pemanasan pada suhu 56 C selama 3 jam atau pada 60 C
selama 30 menit virus Avian Influenza (AI) akan mati. Artinya, selama konsumen
tidak memakan telur atau daging ayam mentah, maka kecil peluang terinfeksi AI
(Rusfidra, 2005b).
Penularan
flu burung selama ini terjadi melalui pernafasan (air borne desease), bukan
melalui makanan (food borne desease). Karena itu, kampanye makan daging ayam
dan telur secara aman merupakan langkah cerdas untuk memulihkan citra bahwa
memakan daging ayam dan telur relatif aman sepanjang kedua komoditi unggas
tersebut diolah secara benar sebelum dimakan.
Selain
itu, juga diperlukan program penyediaan sumber protein hewani yang murah, mudah
tersedia, terjangkau dan bergizi tinggi pada tingkat rumahtangga. Dalam konteks
ini, program “Family Poultry” layak ditimbang sebagai sebuah solusi mengatasi
terjadinya malnutrisi, efektif dalam pengentasan kemiskinan, menjaga ketahanan
pangan pada tingkat rumahtangga dan sebagai sumber pendapatan (Rusfidra, 2005a,
Rusfidra, 2005c, Rusfidra, 2005d).
3.7
Upaya Penyediaan Pangan Hewani di Indonesia
Upaya
peningkatan ketersediaan pangan menjadi program pemerintah yang sangat sulit
dilakukan, terutama di bidang peternakan yang berhubungan dengan swasembada
daging. Hal ini terkendala masalah penyediaan bibit, modal serta SDM , lebih
dari 90% ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan
dengan pengetahuan peternakan yang minim. Banyak dari peternak sapi potong itu
juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar
sehingga pengetahuan mereka pun terbatas.
Sulitnya memenuhi pangan hewani berupa daging tercermin pada
awal pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla , program swasembada
daging sapi ditargetkan pada tahun 2005, kemudian direfisi 2010 . namun tahun
2010 hal itu juga tidak akan tercapai karena tidak mungkin dalam 2 tahun
ditambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak ada dana , bibit juga tidak
ada. Mentri pertanian sebelumnya, Anton Apriantono, mengakui, program
swasembada daging sapi gagal dicapai. Gagalnya program swasembada daging sapi
karena laju pertambahan populasi kalah cepat(kompas, 9/9/2009)
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi
secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging
sapi didalam negeri diproyeksikan
meningkat 67% pada tahun 2010 menjadi 90% di tahun 2014.
“dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12
juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014” kata Suwarno
. hal ini disampaikan pada saat memaparkan rencana strategis kecukupan daging
2010-2014 dalam seminar nasional pengembangan ternak potong untuk mewujudkan
program kecukupan / swasembada daging di Fakultas Petrnakan
Universitas GajahMada , Jogjakarta , sabtu (7/11).
BAB V
KESIMPULAN
Hewan
ternak sebagai sumber pakan hewani mempunyai beberapa manfaat yang sangat
berpengaruh bagi kehidupan manusia antara lain, : untuk kecerdasan, protein
hewani juga dibutuhkan untuk daya tahan tubuh, Protein hewani diduga berperan
terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah,
Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Analisis
paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas
Nasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi
protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin
tinggi konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan
domestik brutto (PDB) suatu negara. Dengan demikian, hewan ternak sebagai
sumber pangan hewani sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia
dan berpengaruh pada kwalitas SDM seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
· Rusfidra. 2007a. Paradigma Baru
Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan Bertumpu pada Ternak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing
House.
· Rusfidra. 2007c. Rural Poultry
Keeping in Indonesia to Household Food Security and Poverty Alleviation.
Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Alumni dari Jepang (PERSADA). Bogor:
Persada-FKH IPB. 9 Agustus 2007.
· Rusfidra. 2006. Penerapan sistem
pendidikan tinggi jarak jauh untuk meningkatkan mutu SDM: sebuah bentuk inovasi
industri pendidikan. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional “Sistem
Inovasi Nasional”, tanggal 19-20 Juli 2006. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
· Rusfidra. 2005c.Mencegah gizi buruk
dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala rumahan. Artikel iptek Harian
Pikiran Rakyat. Bandung, 25 Agustus 2005.
· Rusfidra. 2005d. Protein hewani dan
kecerdasan. Arikel Opini Harian Sinar Harapan. Jakarta 8 September 2005.
· Kompas, 2004. Badan POM: Angka Keracunan Makanan Selama Tahun 2004 Meningkat, 11 Oktober 2004 http://kompas.com/kompas cetak/04104/11/daerah/1317750.htm [4 November 2004]
· Haryono,
I. 2007. Pengembangan industri pengolahan susu nasional. Makalah Workshop
Pengembangan Kemitraan Industri Pengolahan Susu dengan Peternak Sapi Perah
Untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku Susu Nasional. Semarang, 9 Mei 2007
Casino Queen - Mapyro
BalasHapusFind 하남 출장샵 casino queen 제천 출장안마 near me and book your room 익산 출장샵 now at Mapyro. Find deals and discounts online with your hotel stay. 김천 출장샵 Get information, 밀양 출장마사지 reviews and ratings.