MAKALAH
PROSPEK BIDANG PETERNAKAN PADA MASA DEPAN
DISUSUN OLEH:
NAMA:DAVID FERDINAN NABABAN
NIM:23010113140147
KELAS:D
FAKULTAS PETERNAKAN DAN
PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………..
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………….
BAB V KESIMPULAN………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang
Maha Esa atas
rahmat serta hidayahNYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
makalah Pengantar Ilmu dan Industri Ternak dengan judul Prospek
bidang Peternakan pada masa depan dengan baik, meskipun masih ada kekurangannya.
Tujuan dari
penyusunan makalah dengan judul Prospek bidaang Peternakan pada masa depan ini
adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Akhir Semester (UAS).
Penulis ucapkan banyak terima kasih atas
terselesaikannya tugas makalah ini kepada Bp. Ir. Warsono Sarengat ,MS yang telah membimbing penulis dalam
mata kuliah Pengantar Ilmu Industri Peternakan.Tanpa ilmu yang telah Bapak
berikan penulis tidak dapat mengerjakan makalah ini. Tidak lupa pula ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
baik materi maupun immateri dalam penulisan makalah ini.
Penulis telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apabila
terdapat beberapa hal yang kurang berkenan Penulis mohon maaf. Penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang,15
september 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memerlukan bahan pangan untuk menunjang kelangsungan
hidupnya. Bahan pangan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar
tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang
memungkinkan manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan
memelihara kondisi tubuh. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging ,
telur dan susu serta olahan lainnya) sangat besar dan diproyeksikan akan
meningkat sangat pesat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya
Negara-negara yang sedang berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan di
perkirakan meningkat sebanyak 76 juta setiap tahunnya .
dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili
di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein
hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang
berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3%
pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang
cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya protein hewani , juga ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap
pangan hewani.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
syarat dan tugas Ujian Akhir Semester (UAS). Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar peran ternak terhadap pemenuhan pangan hewani serta
pemenuhan gizi bagi manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daging, susu
dan telur adalah produk pangan asal ternak yang sangat penting dalammemenuhi gizi dan mencerdaskan
masyarakat, di samping itu juga adalah komoditas ekonomiyang strategis. Daging asal ternak diperoleh dari berbagai sumber yaitu
(i) unggas, (ii)ruminansia besar, (iii) ruminansia kecil dan (iv) ternak
lain. Sementara itu susu diperoleh dariruminansia
besar dan ruminansia kecil, dan telur diperoleh dari unggas. Daging asal unggasdisumbangkan
paling banyak oleh ayam broiler dan ayam kampung dan hanya sedikit dari
itik dan ayam petelur (ayam jantan dan betina afkir). Total sumbangan
daging asal unggas mencapai60,8 persen dari total daging yang dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia (Ditjenak, 2006).
Daging ayam
merupakan daging termurah, harga terjangkau oleh masyarakat luas,kualitasnya cukup baik dan tersedia
dalam jumlah yang cukup serta penyebarannya yang hampir menjangkau seluruh
wilayah Indonesia. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging unggas makaIndonesia telah mencapai wasembada sejak tahun
1995 lalu. Perlu diingat bahwa permintaanakan daging unggas akan terus
meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan yang cukupsignifikan
(Tangenjaya dan Djajanegara, 2002).
Bagaimana peluang ekspor setelah
swasembada dicapai? Saat ini peluang ekspor cukupsulit untuk dilaksanakan
karena banyak negara telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri,maka perlu dicari nilai lebih dari produk
Indonesia agar mempunyai daya saing yang cukupuntuk menembus pasar ekspor
(Badan Litbang Pertanian, 2005b; dan Kementerian NegaraRistek-RI, 2006). Hal yang tidak kalah penting
juga adalah lebih mengefisienkan proses produksi agar daya saing
produk dapat lebih ditingkatkan. Daging asal ruminansia besar paling banyak disumbangkan oleh sapi potong,
diikuti oleh kerbau dan sapi perah (sapi jantan dan betina afkir). Total
sumbangannya mencapai 24 persen dari total konsumsi daging nasional(Ditjenak,
2006). Secara umum daging tersebut, walaupun berasal dari ketiga jenis ternak
yang berbeda, di pasar hanya dikenal
sebagai daging sapi. Hanya sebagian kecil masyarakatIndonesia yang
mengakui adanya daging kerbau, walaupun kerbau dipotong hampir di seluruhwilayah Indonesia. Sayangnya untuk daging sapi
Indonesia belum berswasembada, bahkanharus mengeluarkan devisa yang cukup
besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun akibat kesadaran
gizi dan peningkatan pendapatan (Talib, 2006). Daging asal
ruminansia kecil mempunyai pasar yang sangat spesifik tetapi juga
membutuhkan jumlah ternak yang tidak sedikit. Kontribusi daging ruminansia
kecil pada konsumsi daging nasional sebesar 6 persen (Ditjenak, 2006)
Pasar potensial adalah berupa sate,
gulai dan sop kambing (walaupun dagingnya berasaldari kambing dan domba) dan pasar ternak hidup terbesar adalah untuk
Ritual Hari Raya IdulAdha. Dalam memenuhi kebutuhan pasar maka Indonesia
telah berswasembada.
Bagaimana peluang ekspor setelah
swasembada dicapai? Untuk daging ruminansia kecilsebenarnya pasar ekspor tersedia yaitu di Timur Tengah dimana daging
tersebut merupakankonsumsi harian masyarakat di sana dan untuk kebutuhan Ritual
Idul Adha. Mengapa ekspor belum bisa terlaksana dengan baik? Standar
ekspor yang diinginkan sulit diperoleh dalam jumlah yang cukup
(Badan Litbang Pertanian, 2005a) karena system pemeliharaan masih dalamskala kecil dan sangat beragam sedangkan kebutuhan
ekspor dalam jumlah yang cukup besar untuk setiap pengiriman maka
pengumpulan ternak menjadi kurang ekonomis. Pasar dalamnegeri masih
kurang kondusif bagi daging kambing/domba karena akan semakin tergeser
olehdaging ayam dan sapi, maka pengembangan ternak kambing dan domba sebaiknya
berorientasiekspor melalui perbaikan bibit
dan manajemen pemeliharaan. Daging asal ternak laindidominasi oleh Babi (9%) (Ditjenak, 2006), dimana
konsumennya hanya berkembang padamasyarakat nonmuslim saja. Sedangkan
kontribusi daging dari ternak lainnya seperti kuda,kelinci dan rusa
masih sangat terbatas. Indonesia telah berswasembada daging babi bahkan
padadaerah-daerah perbatasan merupakan komoditas ekspor yang cukup potensial.
Produk susu
hampir seluruhnya berasal dari sapi perah, dan hanya sedikit kontribusiyang berasal dari kerbau yaitu hanya
terdapat di lokasi tertentu saja yang budaya konsumsi susukerbau. Biasanya juga berlangsung hanya pada even
tertentu. Sedangkan konsumsi susukambing
lebih terbatas lagi hanya pada masyarakat yang mempercayai bahwa susu
kambingadalah obat berbagai penyakit terutama yang berhubungan dengan penyakit
pernapasan danlambung. Kebutuhan susu sapi dalam negeri baru terpenuhi 24
persen dari kebutuhan total,sehingga masih sangat bergantung pada impor
sebesar 76 persen. Walaupun demikian peluangekspor
masih cukup terbuka, hal ini dapat dilihat dari keberhasilan beberapa
perusahaanmengekspor produk tersebut
dengan jumlah yang cukup menjanjikan yaitu sebesar 32 persen(Ditjenak,
2006). kebutuhan susu sapi dalam negeri akan terus meningkat dari tahun ke
tahunakibat adanya kesadaran gizi dan peningkatan pendapatan.
Telur, paling
banyak dipasok oleh ayam ras petelur dan merupakan sumber proteinhewani asal
ternak termurah dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Telur dalam jumlah terbatas juga disumbangkan oleh ayam kampung dan itik
petelur. Telur ayamkampung lebih banyak berfungsi sebagai obat (campuran jamu)
dibandingkan dikonsumsisecara
langsung sebagaimana telur yang dihasilkan oleh ayam petelur. Demikian pula
telur itik lebih banyak digunakan untuk produk olahan pangan siap saji
seperti martabak dan telur asin,sedangkan
konsumsi dengan hanya digoreng atau direbus masih kurang disukai karena
agak berbau anyir.
Perlu diingat
bahwa permintaan akan telur ayam akan terus meningkat dari tahun ketahun dengan
peningkatan yang cukup signifikan dan akan menggeser telur-telur lainnyasebagaimana
trend yang ada sekarang (Tangenjaya dan Djayanegara, 2002; Badan
LitbangPertanian, 2005b). Peluang ekspor telur unggas cukup sulit karena banyak
negara yang telahmencapai
swasembada telur.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Produk Hasil
Ternak
Menurut Badan Pusat Statistik,
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Dengan prediksi
laju pertambahan penduduk rata-rata 1,49% per tahun maka tahun 2030 atau dua
puluh tahun lagi, jumlah penduduk Indonesia mencapai 300 juta jiwa (BPS, 2010).
Negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 dunia merupakan pasar luar biasa
besar bagi produk pangan dan turunannya. Seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian, perbaikan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat, konsumsi
protein hewani juga akan meningkat. Diperkirakan konsumsi protein hewani
masyarakat Indonesia pada tahun 2030 untuk daging 15 kg/kapita/tahun (1 potong beef steak atau 1 porsi sate 6 tusuk, setiap 3 hari sekali), telur 6
kg/kapita/tahun (1 butir telur ayam/3 hari) dan susu 12 liter/kapita/ tahun (1
gelas susu/3 hari). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan ketersediaan
4,5 juta ton daging, 1,8 juta ton telur dan 3,6 juta ton susu. Mengacu pada
produksi dalam negeri saat ini (Statistik Peternakan, 2010) dan tren permintaan
yang semakin meningkat, diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan 2,9 juta
ton daging, 0,5 juta ton telur dan 2,72 juta ton susu. Kekurangan ketersediaan
pangan hewani asal ternak menjadi peluang sekaligus tantangan yang tidak ringan
bagi pembangunan peternakan Indonesia masa depan.
B. Peluang Bidang Peternakan di
Indonesia
Jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa. Demikian
dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat
menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005).
Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa
besar. Namun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap
tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia.
Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta
ton jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi
bahan pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial
bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan
bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat
ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5
gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26
gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu
dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat. Untuk
memicu pertumbuhan subsektor peternakan masih dijumpai beberapa permasalahan.
Pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan masih tergantung impor. Pada
industri ruminansia besar, sumber bibit yang menghandalkan usaha peternakan
rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat, dan industri
pakannya belum diusahakan dengan baik.
Terbatasnya infrastruktur dan
perdagangan ternak hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak
terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang
penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi
dari impor. Di sisi lain, kapasitas produksi ayam ras masih mampu ditingkatkan
lagi, hanya permintaannya sangat tergantung pada daya beli konsumen, kualitas
gizi dan keamanan produk. Semuanya itu merupakan peluang yang harus
dimanfaatkan. Untuk mengatasi permasalahan diperlukan strategi pembangunan yang
fokus pada sasaran yang tepat. Fokus sasaran meliputi komoditas dan wilayah
yang akan dikembangkan.
Kebutuhan konsumen terhadap
produk peternakan sangat tinggi terutama daging sapi, ini dapat dilihat dari
kebutuhan akan produk peternakan jika dilihat dari pangsa konsumsi, sekitar
48,3% daging yang dikonsumsi adalah daging unggas, 26,1% daging sapi, dan
sisanya terdiri dari daging jenis ternak lain. Ini berarti selera konsumen
terhadap daging sapi cukup potensial. Dengan pertumbuhan penduduk yang
meningkat rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5%
sampai 5,0% pada tahun 2005, diperkirakan konsumsi daging sapi akan meningkat
dari 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8 kg/kapita/tahun pada tahun 2005. Jika
dikaitkan dengan ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya konsumsi daging
masyarakat Indonesia sebanyak 10,1 kg/kapita/tahun. Ini berarti dari sisi
permintaan masih cukup potensial untuk ditingkatkan.
Peningkatan permintaan terhadap
produk peternakan membuka peluang bagi pengembangan usaha peternakan lokal
dengan skala agribisnis melalui pola kemitraan. Sistem agribisnis peternakan
merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri, dan
jasa secara simultan dalam suatu kluster industri yang mencakup empat
subsistem, yaitu subsistem agrisbisnis hulu, subsistem agribisnis budi daya,
subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang. Kemitraan merupakan
kegiatan kerja sama antarpelaku agribisnis mulai dari tingkat praproduksi,
produksi hingga pemasaran, yang dilandasi azas saling membutuhkan dan
menguntungkan di antara pihak-pihak yang bekerja sama, dalam hal ini perusahaan
dan petani-peternak untuk saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.
Untuk meningkatkan peran hasil
ternak sebagai sumber pemasok bahan pangan hewani dan pendapatan peternak,
disarankan untuk menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif dengan
perbaikan manajemen pakan, peningkatan kualitas bibit yang disertai
pengontrolan terhadap penyakit. Perbaikan reproduksi khususnya dilakukan pada
sapi potong yakni dengan IB dan penyapihan dini pedet untuk mempersingkat jarak
beranak. Untuk memperbaiki mutu genetik, sapi bakalan betina diupayakan tidak
keluar dari daerah pengembangan untuk selanjutnya dijadikan induk melalui
grading up. Peningkatan minat dan motivasi peternak untuk mengembangkan usahanya
dapat diupayakan melalui pemberian insentif dalam berproduksi.
C. Potret Peternakan di Indonesia Saat Ini
Bagaimana peluang ekspor setelah
swasembada dicapai? Saat ini peluang ekspor cukupsulit untuk dilaksanakan
karena banyak negara telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri,maka perlu dicari nilai lebih dari produk
Indonesia agar mempunyai daya saing yang cukupuntuk menembus pasar ekspor
(Badan Litbang Pertanian, 2005b; dan Kementerian NegaraRistek-RI, 2006). Hal yang tidak kalah penting
juga adalah lebih mengefisienkan proses produksi agar daya saing
produk dapat lebih ditingkatkan. Daging asal ruminansia besar paling banyak disumbangkan oleh sapi potong,
diikuti oleh kerbau dan sapi perah (sapi jantan dan betina afkir). Total
sumbangannya mencapai 24 persen dari total konsumsi daging nasional(Ditjenak,
2006). Secara umum daging tersebut, walaupun berasal dari ketiga jenis ternak
yang berbeda, di pasar hanya dikenal
sebagai daging sapi. Hanya sebagian kecil masyarakatIndonesia yang mengakui
adanya daging kerbau, walaupun kerbau dipotong hampir di seluruhwilayah Indonesia. Sayangnya untuk daging sapi
Indonesia belum berswasembada, bahkanharus mengeluarkan devisa yang
cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun akibat kesadaran
gizi dan peningkatan pendapatan (Talib, 2006). Daging asal
ruminansia kecil mempunyai pasar yang sangat spesifik tetapi juga
membutuhkan jumlah ternak yang tidak sedikit. Kontribusi daging ruminansia
kecil pada konsumsi daging nasional sebesar 6 persen (Ditjenak, 2006).Pasar potensial adalah berupa sate,
gulai dan sop kambing (walaupun dagingnya berasaldari kambing dan domba) dan pasar ternak hidup terbesar adalah untuk
Ritual Hari Raya Idul Adha. Dalam memenuhi kebutuhan pasar maka
Indonesia telah berswasembada.
Untuk daging ruminansia kecil sebenarnya
pasar ekspor tersedia yaitu di Timur Tengah dimana daging tersebut
merupakankonsumsi harian masyarakat di sana dan untuk kebutuhan Ritual Idul
Adha. Mengapa ekspor belum bisa terlaksana dengan baik? Standar
ekspor yang diinginkan sulit diperoleh dalam jumlah yang cukup (Badan
Litbang Pertanian, 2005a) karena system pemeliharaan masih dalamskala kecil dan sangat beragam sedangkan kebutuhan
ekspor dalam jumlah yang cukup besar untuk setiap pengiriman maka
pengumpulan ternak menjadi kurang ekonomis. Pasar dalamnegeri masih
kurang kondusif bagi daging kambing/domba karena akan semakin tergeser
olehdaging ayam dan sapi, maka pengembangan ternak kambing dan domba sebaiknya
berorientasiekspor melalui perbaikan bibit
dan manajemen pemeliharaan. Daging asal ternak laindidominasi oleh Babi (9%) (Ditjenak, 2006), dimana
konsumennya hanya berkembang padamasyarakat nonmuslim saja. Sedangkan
kontribusi daging dari ternak lainnya seperti kuda,kelinci dan rusa
masih sangat terbatas. Indonesia telah berswasembada daging babi bahkan pada
daerah-daerah perbatasan merupakan komoditas ekspor yang cukup potensial.
D. Tantangan Masa Depan
Pembangunan Peternakan
Dalam usaha peternakan, pakan
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan usaha.
Pakan menentukan kualitas produk peternakan, produktivitas ternak dan
keuntungan pengusahaan ternak. Program pembangunan peternakan termasuk upaya swasembada
daging sapi 2014 tidak akan tercapai apabila tidak didukung pemenuhan kebutuhan
pakan yang cukupketersediaannya baik jumlah maupun mutu-nya. Pengembangan ternak
ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) menghadapi persoalan fluktuasi
ketersediaan pakan hijauan, sedangkan ternak unggas dihadapkan pada
ketergantungan impor bahan baku pakan karena tidak tersedianya produksi dalam
negeri. Ternak ruminansia semakin hari semakin rawan kekurangan suplai hijauan
akibat semakin sempit bahkan hilangnya padang penggembalaan (pasture),
tergusur oleh kepentingan ekonomi lain yang lebih prospektif.
Akhirnya sumber pakan utama
ternak ruminansia hanya mengandalkan limbah pertanian (jerami padi, tebon
jagung, pucuk, tebu, dsb.) yang kualitas nutrisinya rendah dicirikan oleh
rendahnya tingkat kecernaan, kadar protein kasar, dan kadar karbohidrat non
struktural, serta tingginya kadar serat utamanya lignoselulosa. Sekedar contoh,
ketika musim kemarau tiba, ratusan truk membawa jerami ke kabupaten
GunungKidul untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi, meskipun peternak harus
merelakan menjual pedhet (anak sapi) atau kambing/domba untuk dibelikan jerami
padi sebagai pakan sapi. Jadi di kabupaten Gunungkidul saat musim kemarau tiba
terdapat istilah sapi ‘makan’ pedhet atau sapi ‘makan’ kambing. Demikian pula
dengan pakan konsentrat sapi, mayoritas bahan yang dipergunakan berasal dari
limbah pertanian dan limbah industri dengan kualitas nutrisi yang rendah yang
dapat mengakibatkan relatif rendahnya kinerja produksi dan reproduksi ternak
(Knop dan Cernescu, 2009).
Inilah tantangan riil
yang harus diatasi untuk mencapai swasembada daging sapi. Disamping persoalan
suplai dan distribusi pakan, kita juga dihadapkan pada persoalan mutu dan
keamanan pakan. Pakan yang aman dari berbagai cemaran akan menentukan kualitas
pangan dari hasil ternak yang sehat bagi konsumen (Kan dan Meijer, 2007).
Cemaran dan toksikan yang sering ditemukan pada pakan antara lain : mikotoksin,
dioxin, melamin, logam berat, pestisida, obat hewan dan aditif (antibiotik,
hormon, dsb.), mikroorganisme pathogen/infectious agents (Salmonellaenterica, Bacillusanthracis, Toxoplasma gondii, Trichinella spiralis, Bovine
Spongiform Encephalopathy) dan polyciclic aromatic
hydrocarbons (Kan dan Meijer, 2007). Di
Indonesia, penelitian terkait cemaran dan toksikan pakan (feed safety)
dan dampaknya terhadap kinerja produksi ternak dan keamanan pangan (food
safety) relatif belum banyak dieksplorasi dan belum mendapatkan perhatian
serius.
Diantara cemaran dan toksikan
yang relatif memperoleh perhatian adalah mikotoksin. Untuk turut serta
mengembangkan penelitian mikotoksin di Indonesia, sejak tahun 1999 telah
terbentuk Mycotoxin Research Group di UGM yang bernaung dibawah
Laboratorium Ilmu Hayati, sekarang LPPT. Berkat kerjasama dengan ASEA-UNINET (Asean-European
Academic University Network), kelompok riset ini memperoleh dukungan
penelitian. Selama kurun waktu 10 tahun (2000-2010)Mycotoxin Research Group UGM menghasilkan 25 scientific papers, 5 diantaranya dipublikasikan di jurnal internasional, 17 paper
dipresentasikan pada forum seminar internasional dan 3 paper pada forum seminar
nasional.
BAB IV
KESIMPULAN
Penelitian dan
pengembangan peternakan sangat penting perannya dalam upaya meningkatkan
produktivtas ternak baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi. Disamping itu penelitian juga berperan
dalam pengembangan peternakan di lahan marjinal yang berpotensi menjadi kantong ternak baru di masa depan ataupun dalam pengembangan peternakan
di luar lingkungan aslinya.Mengingat
pentingnya protein hewani yang berasal dari ternak seperti daging, susu, dan
telur bagi manusia, maka konsumsi produk ternak seharusnya dapat dipacu menuju
tingkat konsumsi yang ideal. Hal ini dikarenakan sub sektor peternakan mempunyai
peluang yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, ini terlihat dari
jumlah permintaan produk peternakan seperti daging, susu, dan telur yang terus
meningkat. Selain itu, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di
Indonesia, maka membuka peluang usaha potensial yang berkaitan dengan
penyediaan pangan hewani, karena bertambahnya jumlah penduduk, maka bertambah
pula permintaan produk hewani seperti daging, telur dan susu. Protein hewani
yang berasal dari ternak memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan
dibutuhkan oleh tubuh. Karena itu, langkah untuk mengurangi konsumsi daging dan
telur bukanlah langkah bijak untuk menciptakan sumber daya manusia yang cerdas,
kreatif, produktif, dan sehat. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah
peranan ternak dan produk peternakan yang dihasilkan oleh ternak tersebut
sebagai sumber pendapatan dan sumber lapangan kerja yang efektif dalam
memberantas kemiskinan di daerah pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA
• Ditjenak
(Direktorat Jenderal Peternakan). 2006. Statistik Peternakan Tahun
2005.Ditjenak, Jakarta.
• HIPAPI.
2006. Ayam Pelung. Himpunan Peternak Ayam Pelung, Bandung.Ilham, N. 2006.
Analisa sosial ekonomi dalam rangka pencapaian swasembada daging2010. Paper
dipresentasikan pada whorkshop ”Strategi pencapaian kecukupan daging2010”, Juli
2006, Bogor. Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
• Kementerian
Negara Ristek-RI. 2006. Buku Putih : Penelitian Pengembangan danPenerapan IPTEK
Bidang Pangan Tahun 2005 – 2025. Kementerian Negara Ristek-RI,Jakarta.
• PPSKI
(Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia). 2007. Kesiapan
Peternak danIndustri Peternakan dalam Pelaksanaan PKD (Program Kecukupan
Daging) 2010.
• Paper
disampaikan dalam Pertemuan ”Sumbangan ISPI pada PKD 2010”, Januari2007”.
Sekretaris Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
• Talib,
C. 2006. Langkah strategis untuk pencapaian swasembada daging sapi
padatahun2010. Paper dipresentasikan pada whorkshop ”Strategi pencapaian
kecukupan daging2010”, Juli 2006, Bogor. Direktorat Ruminansia, Ditjenak,
Jakarta.Unpublished.
• Talib.C.
2007. Model Pengembangan Kawasan Agribinis Sapi Potong.
Paper dipresentasikan dalam workshop ”Pembangunan Agribisnis Sapi Potong
dalammenunjang PKD (Program Kecukupan Daging) 2010”.Bogor, Januari 2007.
PusatPenelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.
• Tangenjaya,
B. dan A. Djajanegara. 2002. Peternakan Indonesia tahun 2020: Suatu
Visi.Agriculture and Rural Development Strategy Study, ADB – 3843.
• Artikel Ekonomi Nusantara, edisi jum’at 08 Mei 2009. ( Konsumsi Daging di Indonesia
Rendah) / (cha/JPNN).
• Badan
Litbang Pertanian. 2005a. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Kambing Domba. Badan Litbang Pertanian Deptan
• Badan Litbang Pertanian. 2005b. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Unggas.Badan Litbang Pertanian Deptan.
• Badan Litbang Pertanian.
2005c. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi.Badan
• Ditjenak
(Direktorat Jenderal Peternakan). 2006. Statistik Peternakan Tahun
2005.Ditjenak, Jakarta.
• HIPAPI. 2006. Ayam Pelung.
Himpunan Peternak Ayam Pelung, Bandung.Ilham, N. 2006. Analisa sosial ekonomi
dalam rangka pencapaian swasembada daging2010. Paper dipresentasikan pada
whorkshop ”Strategi pencapaian kecukupan daging2010”, Juli 2006, Bogor.
Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar