Kamis, 19 Desember 2013

MAKALAH PROSPEK BIDANG PETERNAKAN PADA MASA DEPAN



MAKALAH
PROSPEK BIDANG PETERNAKAN PADA MASA DEPAN












DISUSUN OLEH:  
NAMA:DAVID FERDINAN NABABAN
NIM:23010113140147
KELAS:D








FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2013










DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR……………………………………………….

  BAB I PENDAHULUAN……………………………………………

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………..

  BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………….

  BAB V KESIMPULAN………………………………………………

  DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………

 





















KATA PENGANTAR
            Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta hidayahNYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu dan Industri Ternak dengan judul Prospek bidang Peternakan pada masa depan dengan baik, meskipun masih ada kekurangannya.
Tujuan dari penyusunan makalah dengan judul Prospek bidaang Peternakan pada masa depan ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Akhir Semester (UAS).
   Penulis ucapkan banyak terima kasih atas terselesaikannya tugas makalah ini kepada Bp. Ir. Warsono Sarengat ,MS yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Industri Peternakan.Tanpa ilmu yang telah Bapak berikan penulis tidak dapat mengerjakan makalah ini. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun immateri dalam penulisan makalah ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apabila terdapat beberapa hal yang kurang berkenan Penulis mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.





Semarang,15 september 2013


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memerlukan bahan pangan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Bahan pangan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia yang tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu serta olahan lainnya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat pesat selama periode tahun 2005-2020 mendatang khususnya Negara-negara  yang sedang berkembang.               Penduduk dunia saat ini sekitar 6,3 milyar dan di perkirakan meningkat  sebanyak 76 juta setiap tahunnya . dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,3 milyar (84%) diantaranya berdomisili di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relative sangat rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 212 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3% pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diproyeksikan meningkat sangat cepat di masa mendatang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani , juga ikut mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai syarat dan tugas Ujian Akhir Semester (UAS). Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran ternak  terhadap pemenuhan pangan hewani serta pemenuhan gizi bagi manusia.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daging, susu dan telur adalah produk pangan asal ternak yang sangat penting dalammemenuhi gizi dan mencerdaskan masyarakat, di samping itu juga adalah komoditas ekonomiyang strategis. Daging asal ternak diperoleh dari berbagai sumber yaitu (i) unggas, (ii)ruminansia besar, (iii) ruminansia kecil dan (iv) ternak lain. Sementara itu susu diperoleh dariruminansia besar dan ruminansia kecil, dan telur diperoleh dari unggas. Daging asal unggasdisumbangkan paling banyak oleh ayam broiler dan ayam kampung dan hanya sedikit dari itik dan ayam petelur (ayam jantan dan betina afkir). Total sumbangan daging asal unggas mencapai60,8 persen dari total daging yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia (Ditjenak, 2006).
Daging ayam merupakan daging termurah, harga terjangkau oleh masyarakat luas,kualitasnya cukup baik dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta penyebarannya yang hampir menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dalam hal pemenuhan kebutuhan daging unggas makaIndonesia telah mencapai wasembada sejak tahun 1995 lalu. Perlu diingat bahwa permintaanakan daging unggas akan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan yang cukupsignifikan (Tangenjaya dan Djajanegara, 2002).
Bagaimana peluang ekspor setelah swasembada dicapai? Saat ini peluang ekspor cukupsulit untuk dilaksanakan karena banyak negara telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri,maka perlu dicari nilai lebih dari produk Indonesia agar mempunyai daya saing yang cukupuntuk menembus pasar ekspor (Badan Litbang Pertanian, 2005b; dan Kementerian NegaraRistek-RI, 2006). Hal yang tidak kalah penting juga adalah lebih mengefisienkan proses produksi agar daya saing produk dapat lebih ditingkatkan. Daging asal ruminansia besar paling banyak disumbangkan oleh sapi potong, diikuti oleh kerbau dan sapi perah (sapi jantan dan betina afkir). Total sumbangannya mencapai 24 persen dari total konsumsi daging nasional(Ditjenak, 2006). Secara umum daging tersebut, walaupun berasal dari ketiga jenis ternak yang berbeda, di pasar hanya dikenal sebagai daging sapi. Hanya sebagian kecil masyarakatIndonesia yang mengakui adanya daging kerbau, walaupun kerbau dipotong hampir di seluruhwilayah Indonesia. Sayangnya untuk daging sapi Indonesia belum berswasembada, bahkanharus mengeluarkan devisa yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun akibat kesadaran gizi dan peningkatan pendapatan (Talib, 2006). Daging asal ruminansia kecil mempunyai pasar yang sangat spesifik tetapi juga membutuhkan jumlah ternak yang tidak sedikit. Kontribusi daging ruminansia kecil pada konsumsi daging nasional sebesar 6 persen (Ditjenak, 2006)
Pasar potensial adalah berupa sate, gulai dan sop kambing (walaupun dagingnya berasaldari kambing dan domba) dan pasar ternak hidup terbesar adalah untuk Ritual Hari Raya IdulAdha. Dalam memenuhi kebutuhan pasar maka Indonesia telah berswasembada.
Bagaimana peluang ekspor setelah swasembada dicapai? Untuk daging ruminansia kecilsebenarnya pasar ekspor tersedia yaitu di Timur Tengah dimana daging tersebut merupakankonsumsi harian masyarakat di sana dan untuk kebutuhan Ritual Idul Adha. Mengapa ekspor  belum bisa terlaksana dengan baik? Standar ekspor yang diinginkan sulit diperoleh dalam jumlah yang cukup (Badan Litbang Pertanian, 2005a) karena system pemeliharaan masih dalamskala kecil dan sangat beragam sedangkan kebutuhan ekspor dalam jumlah yang cukup besar untuk setiap pengiriman maka pengumpulan ternak menjadi kurang ekonomis. Pasar dalamnegeri masih kurang kondusif bagi daging kambing/domba karena akan semakin tergeser olehdaging ayam dan sapi, maka pengembangan ternak kambing dan domba sebaiknya berorientasiekspor melalui perbaikan bibit dan manajemen pemeliharaan. Daging asal ternak laindidominasi oleh Babi (9%) (Ditjenak, 2006), dimana konsumennya hanya berkembang padamasyarakat nonmuslim saja. Sedangkan kontribusi daging dari ternak lainnya seperti kuda,kelinci dan rusa masih sangat terbatas. Indonesia telah berswasembada daging babi bahkan padadaerah-daerah perbatasan merupakan komoditas ekspor yang cukup potensial.
Produk susu hampir seluruhnya berasal dari sapi perah, dan hanya sedikit kontribusiyang berasal dari kerbau yaitu hanya terdapat di lokasi tertentu saja yang budaya konsumsi susukerbau. Biasanya juga berlangsung hanya pada even tertentu. Sedangkan konsumsi susukambing lebih terbatas lagi hanya pada masyarakat yang mempercayai bahwa susu kambingadalah obat berbagai penyakit terutama yang berhubungan dengan penyakit pernapasan danlambung. Kebutuhan susu sapi dalam negeri baru terpenuhi 24 persen dari kebutuhan total,sehingga masih sangat bergantung pada impor sebesar 76 persen. Walaupun demikian peluangekspor masih cukup terbuka, hal ini dapat dilihat dari keberhasilan beberapa perusahaanmengekspor produk tersebut dengan jumlah yang cukup menjanjikan yaitu sebesar 32 persen(Ditjenak, 2006). kebutuhan susu sapi dalam negeri akan terus meningkat dari tahun ke tahunakibat adanya kesadaran gizi dan peningkatan pendapatan.
Telur, paling banyak dipasok oleh ayam ras petelur dan merupakan sumber proteinhewani asal ternak termurah dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Telur dalam jumlah terbatas juga disumbangkan oleh ayam kampung dan itik petelur. Telur ayamkampung lebih banyak berfungsi sebagai obat (campuran jamu) dibandingkan dikonsumsisecara langsung sebagaimana telur yang dihasilkan oleh ayam petelur. Demikian pula telur itik lebih banyak digunakan untuk produk olahan pangan siap saji seperti martabak dan telur asin,sedangkan konsumsi dengan hanya digoreng atau direbus masih kurang disukai karena agak  berbau anyir.
Perlu diingat bahwa permintaan akan telur ayam akan terus meningkat dari tahun ketahun dengan peningkatan yang cukup signifikan dan akan menggeser telur-telur lainnyasebagaimana trend yang ada sekarang (Tangenjaya dan Djayanegara, 2002; Badan LitbangPertanian, 2005b). Peluang ekspor telur unggas cukup sulit karena banyak negara yang telahmencapai swasembada telur.

























BAB III
PEMBAHASAN
A. Produk Hasil Ternak

Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Dengan prediksi laju pertambahan penduduk rata-rata 1,49% per tahun maka tahun 2030 atau dua puluh tahun lagi, jumlah penduduk Indonesia mencapai 300 juta jiwa (BPS, 2010). Negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 dunia merupakan pasar luar biasa besar bagi produk pangan dan turunannya. Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, perbaikan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat, konsumsi protein hewani juga akan meningkat. Diperkirakan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia pada tahun 2030 untuk daging 15 kg/kapita/tahun (1 potong beef steak atau 1 porsi sate 6 tusuk, setiap 3 hari sekali), telur 6 kg/kapita/tahun (1 butir telur ayam/3 hari) dan susu 12 liter/kapita/ tahun (1 gelas susu/3 hari). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan ketersediaan 4,5 juta ton daging, 1,8 juta ton telur dan 3,6 juta ton susu. Mengacu pada produksi dalam negeri saat ini (Statistik Peternakan, 2010) dan tren permintaan yang semakin meningkat, diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan 2,9 juta ton daging, 0,5 juta ton telur dan 2,72 juta ton susu. Kekurangan ketersediaan pangan hewani asal ternak menjadi peluang sekaligus tantangan yang tidak ringan bagi pembangunan peternakan Indonesia masa depan.

B. Peluang Bidang Peternakan di Indonesia

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan   mencapai 273,7 juta jiwa. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005). Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar. Namun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5 gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26 gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat. Untuk memicu pertumbuhan subsektor peternakan masih dijumpai beberapa permasalahan. Pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan masih tergantung impor. Pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat, dan industri pakannya belum diusahakan dengan baik.
Terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor. Di sisi lain, kapasitas produksi ayam ras masih mampu ditingkatkan lagi, hanya permintaannya sangat tergantung pada daya beli konsumen, kualitas gizi dan keamanan produk. Semuanya itu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan. Untuk mengatasi permasalahan diperlukan strategi pembangunan yang fokus pada sasaran yang tepat. Fokus sasaran meliputi komoditas dan wilayah yang akan dikembangkan.
Kebutuhan konsumen terhadap produk peternakan sangat tinggi terutama daging sapi, ini dapat dilihat dari kebutuhan akan produk peternakan jika dilihat dari pangsa konsumsi, sekitar 48,3% daging yang dikonsumsi adalah daging unggas, 26,1% daging sapi, dan sisanya terdiri dari daging jenis ternak lain. Ini berarti selera konsumen terhadap daging sapi cukup potensial. Dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5% sampai 5,0% pada tahun 2005, diperkirakan konsumsi daging sapi akan meningkat dari 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8 kg/kapita/tahun pada tahun 2005. Jika dikaitkan dengan ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya konsumsi daging masyarakat Indonesia sebanyak 10,1 kg/kapita/tahun. Ini berarti dari sisi permintaan masih cukup potensial untuk ditingkatkan.
Peningkatan permintaan terhadap produk peternakan membuka peluang bagi pengembangan usaha peternakan lokal dengan skala agribisnis melalui pola kemitraan. Sistem agribisnis peternakan merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri, dan jasa secara simultan dalam suatu kluster industri yang mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agrisbisnis hulu, subsistem agribisnis budi daya, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang. Kemitraan merupakan kegiatan kerja sama antarpelaku agribisnis mulai dari tingkat praproduksi, produksi hingga pemasaran, yang dilandasi azas saling membutuhkan dan menguntungkan di antara pihak-pihak yang bekerja sama, dalam hal ini perusahaan dan petani-peternak untuk saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.
Untuk meningkatkan peran hasil ternak sebagai sumber pemasok bahan pangan hewani dan pendapatan peternak, disarankan untuk menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif dengan perbaikan manajemen pakan, peningkatan kualitas bibit yang disertai pengontrolan terhadap penyakit. Perbaikan reproduksi khususnya dilakukan pada sapi potong yakni dengan IB dan penyapihan dini pedet untuk mempersingkat jarak beranak. Untuk memperbaiki mutu genetik, sapi bakalan betina diupayakan tidak keluar dari daerah pengembangan untuk selanjutnya dijadikan induk melalui grading up. Peningkatan minat dan motivasi peternak untuk mengembangkan usahanya dapat diupayakan melalui pemberian insentif dalam berproduksi.

      C.    Potret Peternakan di Indonesia Saat Ini

                  Bagaimana peluang ekspor setelah swasembada dicapai? Saat ini peluang ekspor cukupsulit untuk dilaksanakan karena banyak negara telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri,maka perlu dicari nilai lebih dari produk Indonesia agar mempunyai daya saing yang cukupuntuk menembus pasar ekspor (Badan Litbang Pertanian, 2005b; dan Kementerian NegaraRistek-RI, 2006). Hal yang tidak kalah penting juga adalah lebih mengefisienkan proses produksi agar daya saing produk dapat lebih ditingkatkan. Daging asal ruminansia besar paling banyak disumbangkan oleh sapi potong, diikuti oleh kerbau dan sapi perah (sapi jantan dan betina afkir). Total sumbangannya mencapai 24 persen dari total konsumsi daging nasional(Ditjenak, 2006). Secara umum daging tersebut, walaupun berasal dari ketiga jenis ternak yang berbeda, di pasar hanya dikenal sebagai daging sapi. Hanya sebagian kecil masyarakatIndonesia yang mengakui adanya daging kerbau, walaupun kerbau dipotong hampir di seluruhwilayah Indonesia. Sayangnya untuk daging sapi Indonesia belum berswasembada, bahkanharus mengeluarkan devisa yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun akibat kesadaran gizi dan peningkatan pendapatan (Talib, 2006). Daging asal ruminansia kecil mempunyai pasar yang sangat spesifik tetapi juga membutuhkan jumlah ternak yang tidak sedikit. Kontribusi daging ruminansia kecil pada konsumsi daging nasional sebesar 6 persen (Ditjenak, 2006).Pasar potensial adalah berupa sate, gulai dan sop kambing (walaupun dagingnya berasaldari kambing dan domba) dan pasar ternak hidup terbesar adalah untuk Ritual Hari Raya Idul Adha. Dalam memenuhi kebutuhan pasar maka Indonesia telah berswasembada.
                  Untuk daging ruminansia kecil sebenarnya pasar ekspor tersedia yaitu di Timur Tengah dimana daging tersebut merupakankonsumsi harian masyarakat di sana dan untuk kebutuhan Ritual Idul Adha. Mengapa ekspor  belum bisa terlaksana dengan baik? Standar ekspor yang diinginkan sulit diperoleh dalam jumlah yang cukup (Badan Litbang Pertanian, 2005a) karena system pemeliharaan masih dalamskala kecil dan sangat beragam sedangkan kebutuhan ekspor dalam jumlah yang cukup besar untuk setiap pengiriman maka pengumpulan ternak menjadi kurang ekonomis. Pasar dalamnegeri masih kurang kondusif bagi daging kambing/domba karena akan semakin tergeser olehdaging ayam dan sapi, maka pengembangan ternak kambing dan domba sebaiknya berorientasiekspor melalui perbaikan bibit dan manajemen pemeliharaan. Daging asal ternak laindidominasi oleh Babi (9%) (Ditjenak, 2006), dimana konsumennya hanya berkembang padamasyarakat nonmuslim saja. Sedangkan kontribusi daging dari ternak lainnya seperti kuda,kelinci dan rusa masih sangat terbatas. Indonesia telah berswasembada daging babi bahkan pada daerah-daerah perbatasan merupakan komoditas ekspor yang cukup potensial.

       D. Tantangan Masa Depan Pembangunan Peternakan

Dalam usaha peternakan, pakan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan usaha. Pakan menentukan kualitas produk peternakan, produktivitas ternak dan keuntungan pengusahaan ternak. Program pembangunan peternakan termasuk upaya swasembada daging sapi 2014 tidak akan tercapai apabila tidak didukung pemenuhan kebutuhan pakan yang cukupketersediaannya baik jumlah maupun mutu-nya. Pengembangan ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) menghadapi persoalan fluktuasi ketersediaan pakan hijauan, sedangkan ternak unggas dihadapkan pada ketergantungan impor bahan baku pakan karena tidak tersedianya produksi dalam negeri. Ternak ruminansia semakin hari semakin rawan kekurangan suplai hijauan akibat semakin sempit bahkan hilangnya padang penggembalaan (pasture), tergusur oleh kepentingan ekonomi lain yang lebih prospektif.
Akhirnya sumber pakan utama ternak ruminansia hanya mengandalkan limbah pertanian (jerami padi, tebon jagung, pucuk, tebu, dsb.) yang kualitas nutrisinya rendah dicirikan oleh rendahnya tingkat kecernaan, kadar protein kasar, dan kadar karbohidrat non struktural, serta tingginya kadar serat utamanya lignoselulosa. Sekedar contoh, ketika musim kemarau tiba, ratusan truk membawa jerami ke kabupaten  GunungKidul untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi, meskipun peternak harus merelakan menjual pedhet (anak sapi) atau kambing/domba untuk dibelikan jerami padi sebagai pakan sapi. Jadi di kabupaten Gunungkidul saat musim kemarau tiba terdapat istilah sapi ‘makan’ pedhet atau sapi ‘makan’ kambing. Demikian pula dengan pakan konsentrat sapi, mayoritas bahan yang dipergunakan berasal dari limbah pertanian dan limbah industri dengan kualitas nutrisi yang rendah yang dapat  mengakibatkan relatif rendahnya kinerja produksi dan reproduksi ternak (Knop dan Cernescu, 2009).
 Inilah tantangan riil yang harus diatasi untuk mencapai swasembada daging sapi. Disamping persoalan suplai dan distribusi pakan, kita juga dihadapkan pada persoalan mutu dan keamanan pakan. Pakan yang aman dari berbagai cemaran akan menentukan kualitas pangan dari hasil ternak yang sehat bagi konsumen (Kan dan Meijer, 2007). Cemaran dan toksikan yang sering ditemukan pada pakan antara lain : mikotoksin, dioxin, melamin, logam berat, pestisida, obat hewan dan aditif (antibiotik, hormon, dsb.), mikroorganisme pathogen/infectious agents (Salmonellaenterica, Bacillusanthracis, Toxoplasma gondii, Trichinella spiralis, Bovine Spongiform Encephalopathy) dan polyciclic aromatic hydrocarbons (Kan dan Meijer, 2007). Di Indonesia, penelitian terkait cemaran dan toksikan pakan (feed safety) dan dampaknya terhadap kinerja produksi ternak dan keamanan pangan (food safety) relatif belum banyak dieksplorasi dan belum mendapatkan perhatian serius.
Diantara cemaran dan toksikan yang relatif memperoleh perhatian adalah mikotoksin. Untuk turut serta mengembangkan penelitian mikotoksin di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terbentuk Mycotoxin Research Group di UGM yang bernaung dibawah Laboratorium Ilmu Hayati, sekarang LPPT. Berkat kerjasama dengan ASEA-UNINET (Asean-European Academic University Network), kelompok riset ini memperoleh dukungan penelitian. Selama kurun waktu 10 tahun (2000-2010)Mycotoxin Research Group UGM menghasilkan 25 scientific papers, 5 diantaranya dipublikasikan di jurnal internasional, 17 paper dipresentasikan pada forum seminar internasional dan 3 paper pada forum seminar nasional.












BAB IV
KESIMPULAN
Penelitian dan pengembangan peternakan sangat penting perannya dalam upaya meningkatkan produktivtas ternak baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi. Disamping itu penelitian juga berperan dalam pengembangan peternakan di lahan marjinal yang berpotensi menjadi kantong ternak baru di masa depan ataupun dalam pengembangan peternakan di luar lingkungan aslinya.Mengingat  pentingnya protein hewani yang berasal dari ternak seperti daging, susu, dan telur bagi manusia, maka konsumsi produk ternak seharusnya dapat dipacu menuju tingkat konsumsi yang ideal. Hal ini dikarenakan sub sektor peternakan mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, ini terlihat dari jumlah permintaan produk peternakan seperti daging, susu, dan telur yang terus meningkat. Selain itu, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka membuka peluang usaha potensial yang berkaitan dengan penyediaan pangan hewani, karena bertambahnya jumlah penduduk, maka bertambah pula permintaan produk hewani seperti daging, telur dan susu. Protein hewani yang berasal dari ternak memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh. Karena itu, langkah untuk mengurangi konsumsi daging dan telur bukanlah langkah bijak untuk menciptakan sumber daya manusia yang cerdas, kreatif, produktif, dan sehat. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah peranan ternak dan produk peternakan yang dihasilkan oleh ternak tersebut sebagai sumber pendapatan dan sumber lapangan kerja yang efektif dalam memberantas kemiskinan di daerah pedesaan.










DAFTAR PUSTAKA
•         Ditjenak (Direktorat Jenderal Peternakan). 2006. Statistik Peternakan Tahun 2005.Ditjenak, Jakarta.
•         HIPAPI. 2006. Ayam Pelung. Himpunan Peternak Ayam Pelung, Bandung.Ilham, N. 2006. Analisa sosial ekonomi dalam rangka pencapaian swasembada daging2010. Paper dipresentasikan pada whorkshop ”Strategi pencapaian kecukupan daging2010”, Juli 2006, Bogor. Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
•         Kementerian Negara Ristek-RI. 2006. Buku Putih : Penelitian Pengembangan danPenerapan IPTEK Bidang Pangan Tahun 2005 – 2025. Kementerian Negara Ristek-RI,Jakarta.
•         PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia). 2007. Kesiapan Peternak danIndustri Peternakan dalam Pelaksanaan PKD (Program Kecukupan Daging) 2010.
•         Paper disampaikan dalam Pertemuan ”Sumbangan ISPI pada PKD 2010”, Januari2007”. Sekretaris Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
•         Talib, C. 2006. Langkah strategis untuk pencapaian swasembada daging sapi padatahun2010. Paper dipresentasikan pada whorkshop ”Strategi pencapaian kecukupan daging2010”, Juli 2006, Bogor. Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta.Unpublished.
•         Talib.C. 2007. Model Pengembangan Kawasan Agribinis Sapi Potong. Paper dipresentasikan dalam workshop ”Pembangunan Agribisnis Sapi Potong dalammenunjang PKD (Program Kecukupan Daging) 2010”.Bogor, Januari 2007. PusatPenelitian Pengembangan Peternakan, Bogor.

•         Tangenjaya, B. dan A. Djajanegara. 2002. Peternakan Indonesia tahun 2020: Suatu Visi.Agriculture and Rural Development Strategy Study, ADB – 3843.
      •          Artikel Ekonomi Nusantara, edisi jum’at 08 Mei 2009. ( Konsumsi Daging di Indonesia  Rendah) / (cha/JPNN).
           •   Badan Litbang Pertanian. 2005a. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis  Kambing Domba. Badan Litbang Pertanian Deptan
       •  Badan Litbang Pertanian. 2005b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas.Badan   Litbang Pertanian Deptan.
           • Badan Litbang Pertanian. 2005c. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi.Badan
           •  Ditjenak (Direktorat Jenderal Peternakan). 2006. Statistik Peternakan Tahun 2005.Ditjenak, Jakarta.
           • HIPAPI. 2006. Ayam Pelung. Himpunan Peternak Ayam Pelung, Bandung.Ilham, N. 2006. Analisa sosial ekonomi dalam rangka pencapaian swasembada daging2010. Paper dipresentasikan pada whorkshop ”Strategi pencapaian kecukupan daging2010”, Juli 2006, Bogor. Direktorat Ruminansia, Ditjenak, Jakarta. Unpublished.
        





Tidak ada komentar:

Posting Komentar